Merokok menjadi faktor risiko paling tinggi seseorang bisa terjangkit PPOK yang diikuti oleh faktor risiko lain seperti terpajan (terekspose) polusi udara di lingkungan sekitar
Jakarta (ANTARA) - Ahli kesehatan yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr Faisal Yunus PhD Sp.P(K) mengemukakan bahwa rata-rata perokok yang merokok setiap hari akan menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dalam rentang 20 hingga 25 tahun sejak pertama kali merokok.

"Merokok menjadi faktor risiko paling tinggi seseorang bisa terjangkit PPOK yang diikuti oleh faktor risiko lain seperti terpajan (terekspose) polusi udara di lingkungan sekitar," katanya di Jakarta, Selasa.

"PPOK terjadi lebih sering pada usia di atas 40 tahun dan memiliki riwayat terpajan faktor risiko PPOK, yang paling sering adalah merokok," tambah Guru Besar Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI itu.

Ia mengatakan orang yang mulai merokok di usia 20 tahun dan terus menerus mengonsumsi produk tembakau tersebut baru menimbulkan gejala PPOK pada usia 40 tahun ke atas.

Faisal Yunus mengatakan paling banyak pasien PPOK di Indonesia adalah laki-laki karena jumlah perokok didominasi oleh pria.

PPOK memiliki gejala yang mirip dengan asma seperti sesak napas, batuk-batuk dan berdahak, mudah lelah, dan sesak bertambah parah ketika beraktivitas. Namun perbedaan PPOK dengan asma adalah penyakit yang semakin memburuk dan terasa berat seiring bertambah usia sementara asma cenderung stabil.

Selain itu ciri utama yang mudah dikenali adalah adanya gejala mirip penyakit asma di usia tua dan memiliki riwayat merokok.

Faisal memberikan gambaran kemampuan fungsi paru pada seorang perokok namun tidak mengalami sakit apapun akan menurun mencapai 60 persen pada usia 80 tahun.

Namun apabila perokok tersebut mengalami PPOK, fungsi paru akan menurun mencapai 60 persen di usia 40 tahun ke atas, mengalami penurunan fungsi hingga 40 persen dan menimbulkan kecatatan pada usia 50 tahun, dan hingga mengakibatkan kematian di usia 60 tahun.

Oleh karena itu Faisal menyarankan agar perokok mulai berhenti merokok sejak dini agar fungsi paru bisa bertahan lebih lama dan PPOK tidak berlanjut pada stadium berat.

Cara mencegah terkena PPOK sebenarnya cukup mudah, yaitu menghindari pajanan asap dan polusi udara. Yaitu tidak merokok, menggunakan masker saat berkendara atau bekerja di lingkungan berpolusi seperti pabrik dan situs kontruksi, serta menghindari polusi di rumah seperti asap kayu bakar dan asap obat nyamuk.

Ia menambahkan orang yang terpajan polusi udara hanya pada waktu tertentu seperti pada waktu berangkat dan pulang kerja lebih lama mengakibatkan PPOK. Berbeda halnya dengan perokok yang mengonsumi sepuluh batang rokok setiap hari sehingga lebih sering terpajan asap.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013 diperkirakan terdapat 9,2 juta jiwa penderita PPOK atau 3,7 persen penduduk Indonesia dengan tiga juta kematian setiap tahunnya, demikian Faisal Yunus.

Baca juga: Dokter paru sebut rokok elektronik lebih berbahaya

Baca juga: Dokter paru: Dampak rokok elektronik dan rokok biasa sama buruknya

Baca juga: Terpapar asap rokok 30 menit saja, fungsi paru-paru bisa terganggu

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019