Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin meluncurkan gerakan pelopor antiradikalisme di kampus Universitas Islam Malang (Unisma), Jawa Timur, yang diharapkan bisa menjadi upaya menangkal gerakan radikalisme di kalangan mahasiswa.

Ma'ruf mengatakan bahwa peluncuran gerakan antiradikalisme tersebut, dinilai relevan dengan kondisi yang ada saat ini. Karena, adanya gerakan radikalisme bisa mengancam kehidupan masyarakat dalam bernegara.

"Radikalisme ini dapat mengancam kehidupan kita sebagai negara, sebagai masyarakat dan sebagai sebagai umat beragama," kata Ma'ruf, di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu.

Ma'ruf menjelaskan, radikalisme di Indonesia, terjadi dan mendompleng banyak unsur dalam kehidupan masyarakat. Diantaranya adalah, dengan unsur agama, supremasi etnis, termasuk dengan dalih kelompok tertentu.

Menurut Ma'ruf, radikalisme merupakan penyakit yang harus secara bersama-sama diperangi oleh masyarakat. Ia menambahkan, banyak dalih agama yang dipergunakan untuk menjustifikasi tindakan radikal dari kelompok tertentu.

"Sekalipun banyak dalih yang digunakan untuk menjustifikasi radikalisme, radikalisme agama termasuk yang paling sering digunakan," ujar Wapres.

Ma'ruf menambahkan, upaya deradikalisasi harus dilakukan dari hulu sampai hilir, yang dimulai dari pendidikan. Karena itu, peran lembaga pendidikan termasuk lembaga pendidikan tinggi menjadi sangat penting.

Gerakan Unisma Anti Radikalisme yang dicanangkan saat ini tentu akan sangat berperan dalam upaya memerangi radikalisme dengan cara meningkatkan imunitas masyarakat terhadap pengaruh radikalisme.

Menurut Wapres, radikalisme merupakan transfer cara berpikir seseorang atau kelompok tertentu, terkait ideologi tertentu, dari satu pihak ke pihak lainnya, dengan mentoleransi kekerasan untuk mencapai tujuan mereka.

Transfer cara berfikir tersebut, lanjut Wapres, bisa terjadi karena adanya dukungan dari berbagai faktor. Setidaknya, ada lima faktor yang dijelaskan oleh Wapres.

Pertama adalah, isi dari pesan yang disampaikan, dibungkus dengan sedemikian rupa sehingga bisa mudah diterima oleh target.

"Pesan-pesan yang menganjurkan kekerasan, saat ini mudah kita temui. Banyak tulisan, gambar, maupun video tersedia dengan mudah di media sosial yang isinya kekerasan," ujar Ma'ruf.

Kemudian, faktor kedua adalah pesan tersebut menjadi lebih mudah diterima apabila dikirim oleh orang yang dikenal, apalagi merupakan sosok yang meyakinkan.

Ketiga, atau faktor pendorong yang paling penting adalah, penerima pesan merupakan individu yang rentan dan tidak matang secara kejiwaan.

Kemudian, adanya sarana pengirim pesan yang efektif. Pesan-pesan yang mengandung unsur radikalisme antara lain berhubungan dengan pesan intoleransi, anti-Pancasila, anti-NKRI, serta sifat yang mudah mengkafirkan orang lain.

Kelima, lanjut Ma'ruf, terkait dengan konteks lingkungan sosial penerima pesan. Seseorang yang merasa termarjinalkan, diperlakukan tidak adil, mengalami kemiskinan, kurangnya pendidikan, lebih mudah menerima pesan yang berisi unsur-unsur radikalisme tersebut.

"Terkait dengan konteks ini, upaya-upaya pemberdayaan masyarakat termasuk pengembangan ekonomi umat harus menjadi ujung tombak dalam menangkal radikalisme," ujar Ma'ruf.

Baca juga: Konferensi Halal Internasional dorong promosi produk Indonesia

Baca juga: Wapres dorong perluasan sektor keuangan syariah

Baca juga: Wapres minta Indonesia jadi eksportir produk halal dunia


 

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019