Jakarta (ANTARA) - Entomusikolog Belanda yang pernah menetap di Indonesia pada 1919-1934 merupakan peletak dasar dokumentasi musik tradisional Indonesia.

"Jaap Kunst yang sebenarnya datang sebagai musisi melakukan riset terhadap bunyi-bunyi baru yang dia dengar di Indonesia. Dia bisa dibilang sebagai peletak dasar dari dokumentasi musik kita. Kalau musik tetap milik masyarakat," kata Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid, Jakarta, Kamis.

Hilmar mengatakan jasa dokumentasi musik yang dilakukan oleh Jaap Kunst tidak ada bandingannya dengan orang yang sezaman, bahkan mungkin sampai saat ini.

"Dia pergi ke banyak tempat yang mungkin hari ini masih terasa jauh oleh kita. Seperti ke Jailolo, Nias dan lain sebagainya," kata Hilmar.

Baca juga: Museum Nasional gelar pameran arsip musik Jaap Kunst

Baca juga: Tim tari dan musik tradisional Indonesia tampil di Prancis


Jaap Kunst mendokumentasikan bunyi-bunyian tersebut ke dalam silinder lilin, memfoto kegiatan bermusik itu dan juga merekamnya dalam video. Tak hanya itu Jaap Kunst juga mengumpulkan instrumen musik tersebut.

Hasil arsip yang dikumpulkan oleh Jaap Kunst kemudian dihibahkan ke Koninklijk Bataviaasc Genootschap van Kunsten en Wetencshappen (sekarang menjadi Museum Nasional). Hasil arsip-arsip itu sudah ada yang diberi nomor dan ada yang tidak diberi nomor.

Museum Nasional telah melakukan identifikasi dari arsip-arsip tersebut, namun belum semua arsip-arsip tersebut berhasil dibaca. Menurut Hilmar ke depan arsip-arsip itu akan terus diteliti sebagai metadata kekayaan bunyi Indonesia.

Hasil dan arsip Jaap Kunst saat ini tengah dipamerkan di Museum Nasional, dengan tajuk "Melacak Jejak Jaap Kunst: Suara Dari Masa Lalu".

Hilmar mengatakan dengan pameran ters
ebut masyarakat akan mengenal keragaman bunyi yang ada di Indonesia.*

Baca juga: Synchronize Festival fasilitasi musik tradisional melalui Didi Kempot

Baca juga: Gubernur DKI dukung penuh pergelaran festival seni musik tradisional

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019