Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan siap mengawal kolaborasi dan kerja sama yang terkait dengan sejumlah perjanjian perdagangan internasional, terutama yang terkait dengan sektor kelautan dan perikanan nasional.

"Tentunya kita harus mengawal dan memonitor implementasi kerja sama ini agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan," kata Menteri Edhy dalam rilis, Jumat.

Edhy menyampaikan hal tersebut terkait dengan Dubes Norwegia Vegard Kaale yang ketika bertemu dengan dirinya di KKP, Kamis (28/11), menyatakan bahwa Indonesia dan Norwegia sama-sama tengah dalam proses ratifikasi Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement.

Ratifikasi perjanjian itu membuka peluang peningkatan arus perdagangan produk perikanan dan investasi dengan dihapuskannya lebih dari 99 persen pos tarif produk yang diimpor negara-negara anggota EFGA yaitu Norwegia, Swiss, Islandia, dan Liechtenstein.

Baca juga: Menteri Edhy pastikan aturan soal perdagangan koral Desember

"Kami berharap perjanjian ini dapat diimplementasikan tahun 2020 untuk meningkatkan arus perdagangan antara Republik Indonesia dan negara-negara anggota EFTA secara maksimal," kata Dubes Norwegia.

Sementara itu, Indonesia for Global Justice (IGJ) menyatakan, DPR RI harus bisa benar-benar mengawal berbagai perjajian perdagangan internasional yang dibuat atau berkaitan dengan Indonesia dan berbagai pihak lainnya.

Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti menyatakan bahwa DPR RI periode 2019-2024 jangan sampai mengulang kegagalan peran DPR RI di periode sebelumnya dalam mengawal agenda perlindungan hak rakyat dalam perjanjian perdagangan bebas.

Anggota Komisi VI DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono menginginkan perjanjian perdagangan internasional yang sedang dirundingkan oleh pemerintah dengan berbagai negara benar-benar menguntungkan Indonesia dalam berbagai aspek.

Baca juga: Menteri KKP Edhy Prabowo dorong lebih banyak ekspor ke China

Untuk itu, Edhie Baskoro Yudhoyono meminta Kementerian Perdagangan harus memastikan RI dapat keunggulan dalam perjanjian ini.

"Pastikan betul proyeksi yang sudah dipikirkan benar-benar mengena bagi Indonesia," katanya.

Politisi Partai Demokrat yang akrab disapa Ibas itu mengingatkan pula bahwa fokus Indonesia saat ini adalah investasi dan ekspor seperti yang sering dikatakan oleh Presiden Joko Widodo.

Namun, ujar dia, disayangkan bahwa kinerja ekspor Indonesia pada saat ini turun selama hampir satu tahun terakhir.

"Jangan sampai kita hanya dibanjiri produk luar negeri, sehingga produsen lokal kita menjadi sulit dalam berkompetisi karena kalah dari segi kualitas dan kuantitas," katanya.

Untuk itu, ujar Edhie Baskoro, pemerintah harus terus berikhtiar untuk menawarkan dan mempromosikan hasil dari pengusaha dalam negeri dengan kualitas yang baik, harga yang tepat, dan pengiriman yang cepat.

Ia juga mengemukakan regulasi pemerintah dalam memberikan kelonggaran bagi negara lain harus disiasati dengan strategi memproteksi pengusaha lokal.

"Pemerintah memberikan kelonggaran bagi pengusaha-pengusaha yang ada di dalam negeri, sehingga ketika mereka melakukan ekspor mereka dapat bersaing. Bukan sebaliknya malah memberikan tarif yang longgar kepada para pedagang dari negara-negara lain. Transfer teknologi juga harus nyata bagi Indonesia agar memiliki kemampuan untuk bersaing," ucapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menargetkan perjanjian internasional dengan negara atau institusi lain untuk meningkatkan ekspor dapat terselesaikan paling tidak pada akhir 2020.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019