"Fr ini minta duit sama mamaknya untuk beli rokok sama Autan. Kata mamaknya, aku nggak ada duit. Fr langsung marah dan merepet-merepet dia sama mamaknya itu," kata Jhon, saat dijumpai di kediaman pelaku.
Medan (ANTARA) - Seorang pria bernama Ahmad Darabi (46) tewas ditikam keponakannya sendiri, Fr (38) di Jalan M Yakub Gang Tinik, Kelurahan Sei Kerah Hilir II, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan, Sumatera Utara.
 
Berdasarkan keterangan Kepala Lingkungan (Kepling) IV Kelurahan Sei Kerah Hilir II, Jhon Evizal, Sabtu, peristiwa berawal dari pertengkaran antara pelaku dengan ibunya yang bernama Erlina. Pelaku memaki-maki ibunya lantaran tidak diberi uang.
 
"Fr ini minta duit sama mamaknya untuk beli rokok sama Autan. Kata mamaknya, aku nggak ada duit. Fr langsung marah dan merepet-merepet dia sama mamaknya itu," kata Jhon, saat dijumpai di kediaman pelaku.
 
Erlina kemudian memanggil korban melalui telpon seluler dengan tujuan meminta korban untuk menasihati pelaku.
 
Setibanya korban di rumah pelaku, Erlina meninggalkan pelaku dan korban di rumah tersebut.
 
"Maksudnya biar ngomonglah orang ini berdua. Jadi mamaknya sama istri Ahmad ini nunggu di depan gang," ujar Jhon.
Rumah pelaku, di Jalan M Yakub Gang Tinik, Kelurahan Sei Kerah Hilir II, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan, Sumatera Utara. (ANTARA/Nur Aprilliana Br Sitorus)
 
Beberapa saat kemudian, para tetangga mendengar teriakan pelaku dari dalam rumah.
Baca juga: Seorang pria di Medan tikam pamannya sendiri hingga tewas
 
Namun, para tetangga tidak menghiraukan hal tersebut, lantaran kerap mendengar kalimat tersebut diucapkan oleh pelaku.
 
Selang beberapa waktu, pelaku keluar dan menghampiri Erlina dan menyatakan telah menikam korban. Pelaku pun langsung pergi.
 
Merasa khawatir, Erlina langsung menuju rumahnya. Di sana, ia mendapati korban sudah terkapar di atas lantai rumah.
 
"Setelah itu saya dapat kabar, saya langsung ke sana. Setelah dari sana, saya langsung menghubungi pihak polisi. Selang beberapa saat, polisi langsung datang," katanya pula.

Pewarta: Nur Aprilliana Br. Sitorus
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019