Jakarta (ANTARA) - Ustadz Bachtiar Nasir mengatakan terjadi kesalahpahaman antara pengertian khilafah milik Front Pembela Islam (FPI) dengan pengertian khilafah versi Kementerian Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

“Itu juga barangkali bentuk kesalahpahaman. Menurut saya, tuduhan terhadap FPI itu tidak proporsional tentang adanya khilafah,” ujar Bachtiar di depan pintu masuk Monas usai Reuni Akbar 212, Senin.

Menurut Bachtiar tidak mungkin FPI mengkhianati Pancasila dan NKRI karena telah berkomitmen bersama para anggotanya untuk menjaga dua hal tersebut.

"Kalau menurut saya, tuduhan terhadap FPI itu tidak proporsional tentang adanya khilafah. Khilafah versi FPI tentu berbeda. Termasuk NKRI Syariah yang disalahpahami,“ ujar Bachtiar.

Lebih lanjut mantan pegawai MUI itu berharap agar FPI dan pemerintah dapat duduk bersama meluruskan kesalahpahaman yang terjadi mengenai pengertian NKRI Syariah dan AD/ART-nya.

"Saya harap pemerintah bisa berdialog langsung dengan pihak FPI. Saya kira dengan dialog langsung, mendengarkan langsung apa yang disebut khilafah oleh FPI, apa NKRI bersyariah dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya, saya kira tak akan ditemukan apa yang dituduhkan. Sebab komitmen FPI terhadap NKRI dan Pancasila sudah jelas,” kata Bachtiar.

Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah lihat semua aspek terhadap FPI

Baca juga: Bachtiar N mangkir lagi karena ke luar negeri

Baca juga: Tak cantumkan Pancasila di AD/ART, SKT FPI terganjal

Baca juga: Kemenag terus lakukan pembinaan dan pengawasan ormas


Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, proses perpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) diproses dengan waktu lebih lama, karena ada beberapa masalah pada AD/ART ormas itu.

Hal ini disampaikan Tito, menjawab pernyataan anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Junimart Girsang agar cermat dan berhati-hati dalam menerbitkan SKT FPI.

Dalam visi serta misi FPI terdapat penerapan Islam secara umum di bawah naungan khilafah Islamiah dan munculnya kata NKRI bersyariah.

"Tapi kemarin sempat muncul istilah dari FPI mengatakan NKRI bersyariah. Apakah maksudnya dilakukan prinsip syariah yang ada di Aceh apakah seperti itu?," kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11)

Selain itu, kata Tito, dalam AD/ART terdapat pelaksanaan hisbah (pengawasan). Menurut Tito, terkadang FPI melakukan penegakan hukum sendiri seperti menertibkan tempat-tempat hiburan dan atribut perayaan agama lainnya.

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019