ada dugaan reklamasi yang dilakukan Laguna, Kenpark, Panti Ria dan lainnya. Tapi kenapa itu tidak dipersoalkan
Surabaya (ANTARA) - Puluhan warga menggelar aksi protes di Pantai Kenjeran, Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin, sekaligus membantah bahwa sebagian lahan yang dijadikan tempat tinggalnya merupakan bagian dari praktik jual beli lahan reklamasi.

"Saya juga heran ada salah satu anggota dewan yang bilang ada jual beli lahan reklamasi. Itu tidak benar," kata Priyono, warga RT 01, RW 02, Kelurahan Sukolilo, Kecamatan Bulak, Surabaya.

Priyono mengaku sudah puluhan tahun tinggal di kampung tersebut. Namun pada tahun 1996-1997, Priyono mendapat lahan dari pihak pengurus RT setempat karena dedikasinya sebagai petugas keamanan di wilayah kampung di RT 01.

"Tapi sampai sekarang lahan itu belum bisa dipakai karena saya belum ada biaya untuk mengurug lahan itu," ujarnya.

Baca juga: Reklamasi Pantai Kenjeran Surabaya dinilai langgar aturan
Baca juga: DPRD soroti dugaan reklamasi ilegal di Pantai Kenjeran Surabaya


Menurut dia, pemberian lahan tersebut merupakan pemberian dari pengurus RT secara cuma-cuma. Bahkan dirinya sama sekali tidak dipungut biaya apapun. "Saya dikasih saja. Jangankan dipungut Rp100 ribu saja tidak. Justru saya dikasih uang Rp100 ribu untuk membuat patok batas lahan," katanya.

Sementara itu, Ketua RT 01 Abdul Munib menjelaskan bahwa awal mula dari semua itu ketika ada warga yang datang ke rumahnya meminta tempat tinggal dan tempat untuk penjemuran hasil tangkapan laut.

"Jadi saya kasih lahan itu tepat sasaran yakni yang belum punya tempat tinggal. Kenapa saya punya inisiatif seperti itu, pengembang Laguna aja bisa melakukan reklamasi kenapa warga rakyat kecil tidak bisa," ujarnya.

Bahkan, lanjut dia, warga sendiri mengurug lahan itu secara bertahap, bukan pihak RT/RW . "Jadi kalau ada yang bilang lahan diurug kemudian diperjualbelikan itu bohong," katanya.

Baca juga: KKP sebut pertahankan garis pantai bisa dengan reklamasi
Baca juga: Reklamasi Pantai Ujung Pandaran gunakan hasil pengerukan


Menurut dia, ada tiga puluh kepala keluarga (KK) yang mendapatkan lahan untuk tempat tinggal dan tempat penjemuran hasil tangkapan laut.

"Sebagian sudah diurug, sebagian belum dan sebagian lagi sudah jadi rumah. Itu semua karena terkendala perekonomian para nelayan. Tapi ketika negara butuh silahkan diambil, kan itu hanya sebatas lisan tidak ada tertulis diperjualbelikan," katanya.

Tokoh masyarakat setempat, Sholikan menambahkan pihaknya menyesalkan adanya rapat dengar pendapat di DPRD Surabaya beberapa waktu lalu atas dasar laporan warga bernama Hariyono.

"Kenapa laporan yang belum tentu benar kok bisa ditindak lanjuti oleh dewan. Apalagi Ternyata itu tidak benar. Mestinya diklarifikasi dulu," katanya.

Baca juga: Pemprov Malut berikan izin reklamasi pantai di Ternate
Baca juga: Atasi keterbatasan lahan melalui reklamasi pantai


Selain itu, lanjut dia, pihaknya membantah jika ada oknum warga yang menjual belikan lahan urugan senilai Rp50 juta sampai Rp100 juta per kapling.

"Ini juga perlu diklarifikasi agar tidak timbul fitnah. Kenapa warga berani mengurug sendiri karena dari sebelah ada dugaan reklamasi yang dilakukan Laguna, Kenpark, Panti Ria dan lainnya. Tapi kenapa itu tidak dipersoalkan," katanya.

Seharusnya, kata dia, ketika Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya menilai reklamasi atau pengurukan di kawasan Pantai Kenjeran, melanggar Perda Provinsi Jatim Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pupau-pulau kecil Provinsi Jawa Timur Tahun 2018-2038, maka harus lihat juga peraturan di atasnya yakni UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

"UU itu mempertimbangkan negara yang mengatur semua kekayaan alam baik di darat dan laut. Itu semata atas kesejahteraan rakyat," katanya.

Mendapati hal itu, Ketua Komisi C DPRD Surabaya Baktiono mengatakan untuk permasalahan dugaan reklamasi tersebut, pihaknya akan mengundang pihak-pihak terkait lainnya seperti manajemen Taman Ria, Laguna dan Kenpark.

"Kita agendakan minggu depan mereka semua dipanggil," katanya.

Baca juga: Ahli lingkungan: Reklamasi bukan sekadar menguruk laut
Baca juga: KKP : Reklamasi harus meningkatkan ekonomi pesisir



 

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019