Hal ini menjadi tantangan untuk menciptakan skema pendanaan yang inovatif, efektif dan efisien,
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) menyatakan ada banyak permasalahan yang menyebabkan belum tercapainya target akses sanitasi dan air minum, salah satunya adalah karena rendahnya tata kelola.

"Pertama rendahnya tata kelola dan kapasitas kelembagaan penyedian layanan," kata Menteri PPPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam sambutannya di Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) 2019 yang digelar di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan tata kelola dan kapasitas kelembagaan dalam penyediaan air minum masih rendah, terlihat dari masih banyaknya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang tidak sehat. Demikian juga dengan institusi pelayanan air limbah domestik.

Baca juga: Bappenas tekankan pentingnya pembangunan sanitasi

Kemudian, kebutuhan pendanaan yang relatif besar untuk memenuhi target akses sanitasi dan air minum juga masih menghambat pencapaian target.

Ia mengemukakan pemerintah diperkirakan memerlukan dana hingga Rp404 triliun untuk memenuhi kebutuhan pendanaan yang relatif besar untuk memenuhi target akses sanitasi dan air minum hingga 2024.

"Hal ini menjadi tantangan untuk menciptakan skema pendanaan yang inovatif, efektif dan efisien, termasuk mengoptimalkan sumber-sumber pendanaan yang ada," ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur belum direncanakan dengan baik.

Baca juga: Wapres dukung peluang investasi untuk penyediaan air aman

Pembangunan infrastruktur sanitasi dan air minum sering kali tidak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah.

Selain itu, kesadaran masyarakat dan berbagai pihak tentang pentingnya layanan sanitasi dan air minum yang baik serta perilaku hidup bersih dan sehat juga masih kurang.

Oleh karena itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 hingga 2024 pemerintah akan fokus meningkatkan target akses sanitasi dan air minum yang aman dan berkelanjutan, yaitu sekitar 90 persen akses sanitasi layak.

Termasuk di dalamnya adalah akses aman sebesar 20 persen dan penurunan praktik buang air besar sembarangan (BABS) sampai nol persen.

Baca juga: Wapres: Akses air minum aman di RI harus sejajar dengan G-20

Pewarta: Katriana
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019