Jakarta (ANTARA) - Penyanyi solo Yura Yunita mengaku sempat menghadapi beberapa tantangan ketika menerjemahkan lagunya seperti "Merakit" ke bentuk bahasa isyarat agar dapat lebih inklusif untuk dinikmati tunarungu.

Yura menilai, bahasa isyarat untuk kehidupan sehari-hari dan untuk lirik yang lebih puitis memiliki pendekatan yang berbeda.

"Bahasa isyarat sehari-hari dan untuk mengekspresikan ke bentuk lagu itu beda banget," kata Yura usai konferensi pers "Merakit Ruang Kolaborasi" di Jakarta, Senin.

"Misalnya ada lirik 'ketika ku terjatuh', itu bukan terjatuh dalam arti harafiah tapi terjatuh dalam hidup, maknanya berbeda, pendekatannya menggunakan isyarat sastra," ujarnya melanjutkan.
Penyanyi solo wanita Yura Yunita (kanan) berfoto bersama praktisi tunarungu Galuh Sukmara (kiri) usai konferensi pers "Merakit Ruang Kolaborasi" di Jakarta, Senin (2/12/2019). (ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira)


Lebih lanjut, penyanyi solo wanita terbaik AMI Awards 2018 itu mengatakan bahwa menemukan persamaan atas interpretasi makna dari lirik lagu bersama praktisi tunarungu Galuh Sukmara.

"Lirik per lirik maknanya sangat dalam buat aku dan itu tidak instan dan mudah untuk membuatnya ke bahasa isyarat bersama bunda (Galuh). Apakah rasa yang aku rasain itu sama? Menyanyi pakai bahasa isyarat itu sesungguhnya mengekspresikan lirik demi lirik," kata dia.

Ketika belajar mendalami bahasa isyarat, Yura menyadari bahwa musik merupakan bahasa universal untuk mengirimkan pesan dan emosi tak terkecuali tunarungu, dan membuatnya ingin terus melibatkan hal itu ke karya-karyanya.

"Dan aku akhirnya merasa bahwa pesan itu bisa sampai ke teman-teman tuli. Ke depannya ingin membuat lagu ke bahasa isyarat lagi," ujar Yura.

Baca juga: Perasaaan Yura Yunita saat bernyanyi di hadapan tunarungu

Baca juga: Hari Disabilitas Internasional, Yura Yunita buat Ruang Kolaborasi

Baca juga: Rahasia Yura Yunita jaga stamina saat bernyanyi

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2019