Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa António Guterres mendesak para pemimpin dunia agar serius menangani darurat iklim (climate emergency) dengan menerapkan secara total sistem perekonomian dan model bisnis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

"Yang kita butuhkan perubahan transformatif yang menyeluruh, cepat, dan mendalam, khususnya dalam cara kita menjalani bisnis, bagaimana kita membangun pembangkit energi, membangun kota, bagaimana kita berpindah, dan bagaimana kita menyuplai pangan untuk masyarakat. Jika cara hidup yang sekarang ini tidak lekas diubah, kita membahayakan kehidupan itu sendiri," kata Gutteres saat membuka Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (COP) ke-25 di Madrid, Spanyol, Senin (2/12) .

Menurut Gutteres, , menurut siaran dari PBB yang dipantau di Jakarta, Selasa, dunia saat ini menghadapi situasi darurat iklim yang ditandai dengan tingginya suhu permukaan bumi, pemanasan global, dan anomali cuaca.
 
Para pemimpin dunia, yang harus berkaca dari situasi itu, memiliki dua pilihan, yaitu tetap bertahan pada cara-cara lama yang membiarkan pemanasan global dan dampak perubahan iklim berlangsung kian parah atau mulai meninggalkan seluruh kegiatan yang membahayakan keberlangsungan bumi.

"Pada akhir dasawarsa ini, kita akan dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, jalan untuk menyerah, di mana kita telah melakukan banyak aktivitas yang membahayakan kesehatan dan keamanan penduduk planet ini. Apakah kita ingin dikenang sebagai generasi yang mengubur kepalanya dalam pasir dan membiarkan planet ini terbakar? Pilihan lain adalah jalan menuju harapan. Jalan menuju cara hidup yang berkelanjutan," ujar Gutteres.

Ia menambahkan cara hidup berkelanjutan itu salah satunya ditempuh dengan menjalankan misi "Bebas Karbon 2050" atau tidak ada lagi gas buang/emisi karbon yang dihasilkan penduduk dunia pada tiga dasawarsa mendatang.

"Hidup yang berkelanjutan salah satunya ditandai dengan bahan bakar fosil yang tetap berada di bawah tanah," tambah Gutteres.

Dalam pembukaan COP25 di Madrid, sekjen PBB juga menyinggung peran aktif anak muda di berbagai negara yang menuntut para pemimpin dunia segera membuat langkah konkrit mengatasi dampak perubahan iklim.

Selain sekjen PBB, COP 25 di Madrid turut dihadiri oleh Presiden COP 25 Carolina Schmidt yang juga menjabat sebagai Menteri Lingkungan Chile, Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) Patricia Espinosa, dan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez.
Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim 25 diadakan di bawah kepemimpinan Pemerintah Chile dan didukung oleh Pemerintah Spanyol. Mulanya, penyelenggara berencana mengadakan acara itu di Chile pada 2-13 Desember, tetapi karena situasi politik dalam negeri yang memanas, COP 25 pun dipindah ke Madrid, Spanyol.

Baca juga: Berkomitmen jaga bumi, Wakil Ketua DPR ikuti COP 25 di Madrid

Baca juga: Konferensi perubahan iklim PBB dipastikan digelar di Madrid


 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019