Selama 12 tahun terakhir IHSG tidak pernah minus setiap setiap bulan Desember
Jakarta (ANTARA) - Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang 'menghijau' di akhir tahun.

"Selama 12 tahun terakhir IHSG tidak pernah minus setiap setiap bulan Desember. Salah satu faktor pendorongnya adalah aksi window dressing yang sering dilakukan emiten dan institusi keuangan agar kinerja saham tercatat menawan pada akhir tahun," ujar Budi dalam keterangan resmi yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.

Berdasarkan historikal selama 12 tahun terakhir, IHSG rata-rata tumbuh sekitar 3,5 persen pada Desember. Jika angka rata-rata tersebut dijadikan acuan untuk memproyeksikan kenaikan Desember 2019, lanjut Budi, maka IHSG berpeluang ditutup pada posisi 6.222.

Baca juga: IHSG Selasa rawan aksi ambil untung, setelah melambung awal pekan

Kendati demikian, Budi mengingatkan bahwa IHSG selengkapnya dipengaruhi lima faktor yang diringkas sebagai ELVIS (earning, liquidity, interest rate, valuation dan sentiment).

Berdasarkan kajian urutan yang paling relevan saat ini adalah SILVE mengingat Indonesia belum memiliki mesin ekspor penopang daya beli pengganti komoditas primer yang harganya sedang turun

Pekan lalu, IHSG sempat terkoreksi di bawah level 6.000 sebelum akhirnya beranjak kembali di level 6.011,83 pada akhir pekan. Sepakan terakhir, IHSG melemah 1,45 persen, atau terkoreksi sebesar 3,15 persen sepanjang November lalu.

Selain faktor internal, pelemahan IHSG pada November dipicu faktor eksternal terutama memanasnya hubungan Amerika Serikat (AS) dan China seusai Presiden AS Donald Trump menandatangani Undang-undang (UU) penegakan demokrasi dan hak asasi manusia di Hong Kong.

Aksi negeri adidaya yang dianggap campur tangan urusan dalam negeri membuat pihak China ‘meradang’ dan seperti dikutip Reuters, Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing akan melakukan ‘serangan balasan’.

"Hal ini membuat kuatir para investor terhadap memburuknya prospek damai dagang oleh dua negara perekonomian terbesar dunia ini. Sehingga investor memilih tak berinvestasi di portofolio berisiko di negara berkembang," kata Budi.

Satu pekan lalu, investor asing sendiri mencatat penjualan bersih Rp 2,68 triliun di Bursa Efek Indonesia.

Baca juga: IHSG Selasa pagi dibuka melemah 10,15 poin
Baca juga: IHSG awal pekan menguat hampir dua persen

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019