Saya ya ikut prihatinlah kalau akhirnya yang terjadi seperti itu. Tetapi itu kan kasus, dari sekian banyak hanya satu
Yogyakarta (ANTARA) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku prihatin atas munculnya kasus dugaan korupsi dana desa yang melibatkan Kepala Desa Banguncipto, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo berinisial HS (55) dan bendaharanya SM (60).

"Saya ya ikut prihatinlah kalau akhirnya yang terjadi seperti itu. Tetapi itu kan kasus, dari sekian banyak hanya satu," kata Sultan seusai menghadiri acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2019 di Kantor Perwakilan BI DIY, Yogyakarta, Kamis.

Raja Keraton Yogyakarta itu meminta agar siapa pun pelaku penyalahgunaan dana desa dapat ditindak dengan tegas sesuai aturan hukum yang berlaku.

Baca juga: Kejari Aceh Tengah tahan mantan kepala desa diduga korupsi dana desa

"Kalau saya ya tindak saja. Pokoknya kalau siapa yang menyalahgunakan (dana desa) tindak saja. Tegakkan hukum saja selesai, karena Undang-Undang juga mengatur itu," kata dia.

Menurut Sultan, untuk mencegah kasus korupsi kembali terjadi diperlukan perbaikan integritas. Jika perbaikan hanya dilakukan dalam aspek administrasi saja, maka tidak menutup kemungkinan korupsi kembali muncul.

"Kalau integritasnya (baik), biar pun adiministrasi tidak begitu baik tapi karena tidak punya kemauan ya tidak akan melakukan," kata dia.

"Korupsi itu keserakahan orang. Wong (pelakunya) bukan orang miskin," ucap Sultan menegaskan.

Baca juga: Polisi segera limpahkan kasus korupsi dana desa Koya Koso

Diwartakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menahan Kepala Desa Banguncipto, Kecamatan Sentolo, HS, dan Bendahara, SM dalam dugaan korupsi penyalahgunaan alokasi dana desa dari 2014 hingga 2018 yang mencapai Rp1,150 miliar.

Kedua tersangka telah ditahan di Lapas Kelas II Wirogunan, terhitung sejak Selasa (3/12).

Kepala Kejari Kulon Progo Widagdo Mulyono mengatakan dalam kasus dugaan korupsi ini, pihaknya menduga rekayasa Laporan Pertanggung-Jawaban (LPJ) dan Surat Pertanggung-Jawaban (SPJ) penggunaan dana desa menjadi modus yang digunakan kedua tersangka dalam melancarkan aksinya.

Di dalam SPJ dan LPJ tercatat program pembangunan fisik dan non-fisik Desa Banguncipto. Namun, sebagian dana dipotong oleh kedua tersangka.

"Dugaan korupsi ini sudah dilakukan sejak 2014 sampai sekarang, dengan kerugian negara kami perkirakan mencapai Rp1,150 miliar," ungkap Widagdo.

Baca juga: Kades Aernanang divonis 4 tahun karena korupsi dana desa

Baca juga: Korupsi dana desa fiktif, KPK bantu Polda Sultra menanganinya

Baca juga: Kejari : Auditor hitung kerugian korupsi dana desa

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019