Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, PISA merupakan salah satu standar umum untuk mengukur diri, dibandingkan negara-negara lain
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hetifah Sjaifudian mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membentuk tim untuk menindaklanjuti hasil penilaian kemampuan siswa tingkat internasional atau Programme for International Student Assessment (PISA) 2018.

"Kami mendorong agar Kemendikbud membentuk tim khusus untuk menginvestigasi penyebab rendahnya pencapaian hasil PISA 2018," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Politikus Partai Golkar itu juga meminta Kemendikbud untuk mengintegrasikan kemampuan-kemampuan dasar yang diukur dalam PISA (matematika, membaca, dan sains) ke dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

"Kemendikbud juga hendaknya membuat target pencapaian skor PISA untuk 2021 dan 2024, beserta langkah konkret untuk mencapainya," kata dia.

Baca juga: Anggota DPR apresiasi kecerdasan anak-anak Samarinda

Hetifah mengaku prihatin dengan rendahnya skor Indonesia pada PISA 2018, yang mana lebih rendah dibandingkan dengan PISA 2015. Indonesia juga berada di peringkat 10 terbawah.

"Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, PISA merupakan salah satu standar umum untuk mengukur diri, dibandingkan negara-negara lain," kata dia.

Ia juga menjelaskan bahwa menurut penelitian kenaikan skor PISA mempunyai pengaruh dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Untuk itu, dia meminta agar Kemendikbud menindaklanjuti hasil PISA tersebut.

Laporan PISA 2018 yang dirilis oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca meraih skor rata-rata 371, jauh di bawah rata-rata OECD 487.

Untuk skor rata-rata matematika 379, sedangkan skor rata-rata OECD 487 dan untuk sains skor 389, sedangkan  OECD 489.

Baca juga: Skor Indonesia pada PISA 2018 di bawah rata-rata
Baca juga: Laporan PISA 2018, hanya satu persen bekerja seperti Mas Menteri

Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019