Banda Aceh (ANTARA) - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyatakan optimistis pengembangan industri kelapa sawit di Provinsi Aceh akan berkembang pesat, karena letaknya strategis bagi alternatif baru jalur ekspor komoditas tersebut.

"Secara geografis, Aceh berdekatan dengan India dan Pakistan. Kedua negara masuk dalam negara-negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia," katanya di Banda Aceh, Jumat.

Pernyataan itu disampaikan saat mengisi kuliah umum tentang “Akselerasi Inovasi dan Pengembangan Industri Kelapa Sawit Indonesia” di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh.

Baca juga: Aceh Barat remajakan 1.300 hektare kebun kelapa sawit

Karena itu, kata dia perlu dilakukan pengembangan fasilitas berupa infrastruktur, pelabuhan, listrik, gas, serta juga kapasitas produksi kelapa sawit dalam jumlah yang besar.

"Saya yakin Aceh bisa memproduksi industri hilir kelapa sawit sekaligus menjadi jalur ekspor Indonesia ke India dan Pakistan,” katanya.

Data Badan Pusat Stratistik (BPS) menyebutkan, pada 2018 jumlah ekspor minyak sawit Indonesia ke India mencapai angka 6,7 juta ton. Angka tersebut secara global menjadikan India sebagai negara tujuan ekspor minyak sawit terbesar.

Sedangkan ekspor ke Pakistan pada tahun yang sama mencapai 2,5 juta ton. Meskipun demikian jumlah ekspor ke Pakistan optimistis akan terus bertambah seiring dengan dilakukannya kesepakatan-kesepakatan perdagangan antara kedua negara.

Baca juga: Pemerintah Aceh dukung rencana ekspor CPO ke Iran

Joko menekankan peran sawit Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia akan menjadi alternatif paling sustainable untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati masyarakat dunia.

Produktivitas minyak kelapa sawit merupakan yang paling tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya.

Dia mengutip data dari International Union for Conservation Nature (IUCN), untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati, rapeseed memerlukan 1,25 hektare lahan, bunga matahari memerlukan 1,42 hektare lahan dan kedelai 2 hektare lahan, sedangkan sawit hanya memerlukan 0,26 hektare.

“Jika kebutuhan dunia terus bertambah sedangkan produksi kelapa sawit stagnan maka yang akan terjadi ialah dunia akan melakukan deforestasi yang jauh lebih besar untuk memenuhi kebutuhan manusia, yakni dengan ekspansi perkebunan kedelai maupun rapeseed," kata dia.

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019