Jambi (ANTARA) - Kelompok Kerja Sosial Regional (KKSR) Jambi bersama pihak terkait dan para pemangku adat di Provinsi Jambi menggelar 'workshop' dalam merancang program pemberdayaan tepat sasaran, guna dan tepat budaya bagi Suku Anak Dalam (SAD) atau orang rimba yang berada di Areal Konsesi PT WKS atau kelompok Tupang, Bujang Itam, Apung dan kelompok Lidah Pembangun yang ada di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.

Ketua KKRS Jambi, Nursi Nauli, di Jambi Jumat mengatakan, kegiatan ini dilakukan atas dasar konflik yang dihadapi PT Wira Karya Sakti (WKS), dengan kelompok SAD menjadi konflik yang dianggap paling sensitif karena kelompok tersebut merupakan salah satu kelompok suku minoritas asli Provinsi Jambi yang sebagian besar masih hidup dalam kawasan hutan serta sangat menggantungkan hidupnya kepada sumber daya hutan.

Ada banyak pihak yang telah mencoba menyelesaikan konflik antara keempat kelompok SAD tersebut dengan PT WKS, namun hingga saat ini belum mampu memberikan hasil yang menggembirakan dan diharapkan oleh keempat kelompok tersebut.

Baca juga: SAD dan kelompok SMB didampingi Restorasi Keadilan Indonesia

Terakhir, kata Mursi Nauli timbul permasalahan dengan keempat kelompok SAD tersebut di perumit dengan kehadiran kelompok Serikat Mandiri Batanghari (SMB) yang menarik keempat kelompok tersebut untuk menduduki areal baru di dalam kawasan hutan di sekitar konsesi PT WKS di Kabupaten Batanghari, meskipun berdasarkan hasil assessment terakhir yang dilakukan oleh KKSR areal ini bukanlah merupakan ruang jelajah asli keempat kelompok SAD.

"Bahkan mereka dimanfaatkan sebagai alat legalitas atas klaim kawasan hutan oleh kelompok SMB. Kondisi ini menyebabkan ketiga kelompok. SAD ini meninggalkan areal-areal atau wilayah hidup yang selama ini mereka tempati di dalam konsesi PT WKS," kata Musri Nauli.

Menyikapi kondisi tersebut, WKS meminta dukungan dan bantuan kepada Kelompok Kerja Sosial Regional (KKSR) Jambi untuk melakukan kajian atau assessment terhadap ketiga kelompok tersebut guna mendapatkan informasi lapangan yang lengkap terhadap persoalan sesungguhnya yang dihadapi oleh kelompok SAD dan informasi yang nantinya diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai alat analisis dalam merumuskan dan menentukan kebijakan PT WKS dalam menyelesaikan konflik dengan ke tiga kelompok SAD ini.

KKSR telah selesai melakukan assessment dimaksud pada kurun waktu Maret-Mei 2019 dan telah pula melakukan klarifikasi kepada para pihak terkait, termasuk kepada pemangku adat di kawasan Bukit Dua Belas, pemangku adat desa Muara Kilis serta pemangku adat di Kabupaten Batanghari.

Baca juga: Polda Jambi minta Timdu selamatkan SAD dari kelompok SMB

Hasil assessment tersebut maka, KKSR kemudian melakukan Focus Group Discussion (FGD) pra Workshop pada 24 Agustus 2019 yang dihadiri Tumenggung Tupang dan Lenggang, anak dari Tumenggung Apung. Pertemuan ini bertujuan untuk mengkonfirmasi kembali beberapa informasi dan sekaligus untuk mendapatkan gambaran dari model kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh kelompok SAD saat ini.

Menindak lanjuti hasil assessment dan hasil serangkaian pertemuan FGD lanjutannya. KKSR menilai diperlukan sebuah program pemberdayaan yang komprehensif dengan melibatkan semua pihak kunci, seperti lembaga adat di Kabupaten Tebo, Marga Petajin Ilir dan Desa Muara Kilis.

Selain itu perlu pula melibatkan pihak pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa serta pihak swadaya masyarakat yang konsen terhadap isu SAD di Kabupaten Tebo dan Provinsi Jambi. Dengan mendudukkan seluruh pemangku kepentingan dan para pihak kunci maka diharapkan dapat dihasilkan sebuah program pemberdayaan yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat budaya bagi ke-empat kelompok SAD tersebut, kata Musri Nauli lagi.

Mursi Nauli juga mengatakan, dengan workshop ini bisa tersedianya rancangan program pemberdayaan yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat budaya bagi ke-empat kelompok SAD tersebut dan diharapkan terkomunikasikannya hasil assessment konflik kelompok SAD di dalam Areal Konsesi PT WKS kepada publik dan para pemangku kebijakan di Provinsi Jambi.

Kemudian lagi terbangunnya dukungan, komitmen, kerja sama dan atau partisipasi para pihak kunci untuk melakukan pemberdayaan yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat budaya bagi ke-empat kelompok SAD dimaksud. Tersusunnya rencana program pemberdayaan yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat budaya bagi keempat kelompok SAD dimaksud dan mendapatkan komitmen dari kelompok SAD untuk terlibat dalam program pemberdayaan yang dirancang secara partisipatif, kata Musri Nauli.

Baca juga: Polda Jambi terima perwakilan SAD terkait kasus SMB
Baca juga: Jangan paksakan orang rimba Jambi tinggal di perumahan






 

Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019