Jakarta (ANTARA) - Power tends to corrupt, sebuah ungkapan masyhur dari seorang negarawan Inggris bernama John Emerich Edward Dalberg Acton, tampaknya masih relevan sampai saat ini.

Kepala daerah bisa termasuk salah satu bentuk kekuasaan yang disebut oleh John Emerich. Kepala daerah yang korup bisa memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri, tentunya bukan dengan cara-cara halal.

Terbukti, sejumlah kepala daerah di Indonesia masih menjadi sasaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berdasarkan catatan ANTARA, sepanjang 2019 sebanyak 12 kepala daerah telah ditetapkan sebagai tersangka atas berbagai kasus rasuah. Angka tersebut jauh menyusut dari data pada tahun 2018 sebanyak 29 kepala daerah menjadi pesakitan dalam rompi oranye.

Meskipun demikian, angka 12 tersebut tidak pula bisa dikatakan sedikit. Vonis hakim yang dijatuhkan terhadap kepala daerah korup selama ini nyatanya tidak juga menimbulkan efek jera.

Bisa jadi, masih banyak praktik korupsi oleh kepala daerah yang hingga kini masih belum terendus oleh lembaga antirasuah.

Bagaimanapun berkurangnya angka kepala daerah yang terjerat jaring KPK, patut mendapat apresiasi dari masyarakat.

Hal itu menandakan bahwa "penyakit korup" yang selama ini mewabah di kalangan pemimpin daerah, lambat laun mulai terobati berkat kehadiran dokter bernama KPK.

Sebagai pengingat sekaligus refleksi pemberantasan korupsi di Tanah Air, berikut daftar 12 kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi sepanjang 2019.

Baca juga: ICW kritik KPK soal tuntutan kepala daerah terjerat korupsi

Baca juga: Jawa Barat teratas dalam jumlah kepala daerah terjerat korupsi


1. Bupati Mesuji 2017—2022 Khamami

Bupati Mesuji Khamami menjadi kepala daerah pertama pada tahun 2019 yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Dia terjaring OTT KPK pada tanggal 26 Januari 2019.

Khamami bersama empat tersangka lainnya dijerat kasus dugaan suap terkait dengan pembangunan infrastrukur di Kabupaten Mesuji pada tahun 2018.

Selain Khamami, KPK juga menetapkan adik Bupati Mesuji Taufik Hidayat, Sekretaris Dinas PUPR kabupaten Mesuji sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Wawan Suhendra sebagai tersangka penerima suap

Pemilik PT Jasa Promix Nusantara dan PT Secillia Putri Sibron Azis serta seorang swasta bernama Kardinal sebagai tersangka pemberi suap.

Khamami diduga menerima suap senilai Rp1,58 miliar sebagai fee proyek atau 12 persen dari total nilai proyek yang diminta Sibron Azis melalui Wawan Suhendra.

Setelah penyidikan selama 8 bulan, Khamami divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Siti Insirah dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang Bandarlampung.

Dia dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 12A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain vonis 8 tahun kurungan penjara, Khamami juga dibebankan untuk membayar denda sebesar Rp300 juta subsider kurungan penjara selama 5 bulan. Dia juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp250 juta.

Baca juga: Bupati Mesuji nonaktif Khamami dihukum 8 tahun penjara

2. Wali Kota Tasikmalaya 2017—2022 Budi Budiman

KPK pada tanggal 26 April menetapkan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap terkait dengan pengurusan dana alokasi khusus (DAK) Kota Tasikmalaya pada tahun anggaran 2018.

Tersangka Budi diduga memberi uang total sebesar Rp400 juta terkait dengan pengurusan DAK untuk Kota Tasikmalaya TA 2018 kepada Yaya Purnomo dan kawan-kawan.

Yaya Purnomo merupakan mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Baca juga: KPK perpanjang pelarangan ke luar negeri Wali Kota Tasikmalaya

Baca juga: KPK panggil Rommy saksi untuk Wali Kota Tasikmalaya


3. Bupati Talaud 2014—2019 Sri Wahyumi Maria Manalip

Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip terjaring OTT KPK pada tanggal 30 April 2019. Dia bersama dua orang lainnya kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait pengadaan barang/jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud pada tahun anggaran 2019.

KPK menetapkan Sri dan Benhur Lalenoh, yakni tim sukses Bupati sebagai tersangka penerima suap, sedangkan yang diduga sebagai pemberi adalah pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo (BHK) ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Sri diduga menerima berbagai hadiah termasuk tas mewah dan perhiasan senilai total Rp491 juta dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo.

Tujuan pemberian hadiah tersebut adalah agar Sri Wahyumi membantu memenangkan perusahan yang dipergunakan Bernard Hanafi Kalalo dalam lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung senilai Rp2,965 miliar dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo seniai Rp2,818 miliar pada tahun anggaran 2019.

Dalam persidangan terakhir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (18/9), jaksa penuntut umum KPK menuntut Sri 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Baca juga: Pengusaha penyuap Bupati Kepulauan Talaud dituntut 2 tahun penjara

4. Bupati Solok Selatan 2016—2021 Muzni Zakaria

Kepala daerah berikutnya yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada tahun 2019 adalah Muzni Zakaria. Dia terjerat kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan dan pemberian hadiah atau janji terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Pertanahan (PUTRP) di Pemerintah Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2018.

Muzni diduga menerima hadiah atau janji dalam bentuk uang atau barang senilai total Rp460 juta dari pemilik grup Dempo/PT Dempo Bangun Bersama (DBD) Muhammad Yamin Kahar. Yamin sendiri juga diterapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Baca juga: Bupati Solok Selatan dicegah ke luar negeri

5. Bupati Bengkalis 2016—2021 Amirul Mukminin

Amirul Mukminin ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan penerimaan suap atau gratifikasi terkait dengan proyek multiyears pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning di Kabupaten Bengkalis.

Amirul diduga menerima suap terkait dengan proyek tahun jamak Jalan Duri-Sei Pakning di Kabupaten Bengkalis. Dia diduga menerima uang setidak-tidaknya Rp5,6 miliar, baik sebelum maupun saat menjadi Bupati Bengkalis.

Baca juga: Geledah rumah Bupati Bengkalis di Pekanbaru, KPK sita dokumen

6. Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) 2016—2021 Nurdin Basirun

Pada tanggal 10 Juli 2019 KPK melakukan OTT terhadap Nurdin Basirun. Sehari berselang, Nurdin ditetapkan sebagai tersangka suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau pada tahun 2018/2019.

Selain itu, KPK juga menetapkan Nurdin sebagai tersangka penerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.

Selain Nurdin, tersangka yang diduga menerima suap yaitu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Edy Sofyan dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Budi Hartono.

Tersangka sebagai pemberi adalah Abu Bakar berasal dari unsur swasta. Belakangan, KPK menetapkan satu tersangka baru bernama Kock Meng (KMN), seorang pengusaha.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12), jaksa penuntut umum KPK mendakwa Nurdin menerima suap sebesar Rp45 juta, 5.000 dolar Singapura, dan 6.000 dolar Singapura terkait izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Kepulauan Riau (Kepri).

Baca juga: Nurdin Basirun didakwa terima gratifikasi RP4,22 miliar

7. Bupati Kudus 2018—2023 Muhammad Tamzil

KPK menetapkan Bupati Kudus Muhammad Tamzil sebagai tersangka atas kasus suap pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus pada tahun 2019 setelah sehari sebelumnya, Jumat (26/11), terjaring OTT.

KPK menetapkan Tamzil sebagai tersangka penerima suap bersama Staf Khusus Bupati Kudus Agus Soeranto. Dalam kasus ini sebagai pemberi suap adalah Plt. Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan (ASN).

Bupati Kudus nonaktif tersebut diduga menerima uang sebesar Rp250 juta dari Akhmad melalui Agus yang diduga untuk kepentingan pribadi. Tamzil sendiri akan segera disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang.

Baca juga: KPK diperkirakan periksa 60 saksi terkait kasus Muhammad Tamzil

8. Bupati Muara Enim 2018—2023 Ahmad Yani

Bupati Muara Enim Ahmad Yani menjadi kepala daerah kelima yang terjerat KPK. Pada tanggal 3 September, Yani bersama dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait dengan proyek-proyek pekerjaan di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Dugaan awal, suap itu terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim.

Yani dan Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar sebagai tersangka penerima suap. Dalam perkara ini sebagai pemberi adalah Robi Okta Fahlefi dari unsur swasta atau pemilik PT Enra Sari.

Ahmad Yani diduga meminta commitment fee sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan dalam proyek pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan pada tahun anggaran 2019 yang dilaksanakan Dinas PUPR.

Diduga Ahmad Yani meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muhtar. Robi bersedia memberikan commitment fee 10 persen dan pada akhirnya mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar Rp130 miliar.

Elfin meminta kepada Robi agar menyiapkan uang sejumlah Rp500 juta dalam bentuk dolar AS. Uang Rp500 juta tersebut ditukar menjadi 35.000 dolar AS.

Selain penyerahan uang 35.000 dolar AS ini, tim KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp13,4 miliar sebagai fee yang diterima Bupati dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Muara Enim.

Baca juga: Kadis PUPR membenarkan suap dibagi ke 25 anggota DPRD Muara Enim

9. Bupati Bengkayang 2016—2021 Suryadman Gidot

Sehari setelah OTT Ahmad Yani, KPK melanjutkan "perburuan" dengan menetapkan Bupati Bengkayang Suryadman Gidot bersama enam orang lainnya sebagai tersangka kasus suap terkait proyek pekerjaan di Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat  pada tahun 2019.

Suryadman ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius.

Tersangka sebagai pemberi sebanyak lima orang dari unsur swasta, yakni Rodi, Yosef, Nelly Margaretha, Bun Si Fat, dan Pandus.

Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa Suryadman meminta uang kepada Aleksius terkait dengan pemberian anggaran penunjukan langsung tambahan APBD Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan sebesar Rp6 miliar.

Suryadman diduga meminta uang kepada Aleksius dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang Agustinus Yan masing-masing sebesar Rp300 juta. Uang tersebut diduga diperlukan Suryadman untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya.

Aleksius lalu menghubungi beberapa rekanan untuk menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat memenuhi setoran di awal untuk memenuhi permintaan dari Bupati.

Untuk satu paket pekerjaan penunjukan langsung, dimintakan setoran sebesar Rp20 juta sampai dengan Rp25 juta atau minimal sekitar 10 persen dari nilai maksimal pekerjaan penunjukan langsung sebesar Rp200 juta.

Aleksius lantas menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepakati fee sebagaimana disebut sebelumnya dengan perincian Rp120 juta dari Bun Si Fat, Rp160 juta dari Pandus, Yosef, dan Rodi serta Rp60 juta dari Nelly Margaretha.

Dalam kegiatan tangkap tangan kasus tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti berupa ponsel, buku tabungan, dan uang sebesar Rp336 juta dalam bentuk pecahan 100.000 rupiah.

Baca juga: Bupati gunakan uang suap untuk mengurus bantuan keuangan BPKAD

10. Bupati Lampung Utara 2014—2019 Agung Ilmu Mangkunegara

Memasuki bulan Oktober, KPK melakukan OTT terhadap Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara. Sehari setelahnya, dia bersama lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait dengan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan di Kabupaten Lampung Utara.

Selain Agung, tersangka sebagai penerima suap yakni Raden Syahril yang merupakan orang kepercayaan Agung, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara Syahbuddin, dan Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara Wan Hendri.

Tersangka pemberi suap yakni dua orang dari unsur swasta masing-masing Chandra Safari dan Hendra Wijaya Sale.

Agung menerima suap terkait dengan proyek di Dinas Perdagangan dan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara dengan total sekitar Rp1,2 miliar.

Untuk Dinas Perdagangan, diduga penyerahan uang kepada Agung oleh Hendra kepada Wan Hendri melalui Syahril. Hendra menyerahkan uang Rp300 juta kepada Wan Hendri, kemudian Wan Hendri menyerahkan uang Rp240 juta kepada Syahri. Namun, sejumlah Rp60 juta masih berada pada Wan Hendri.

Dalam OTT, KPK menemukan barang bukti uang Rp200 juta sudah diserahkan kepada Agung, kemudian diamankan dari kamarnya.

Selain itu, Agung diduga telah menerima uang beberapa kali terkait dengan proyek di Dinas PUPR, yaitu sekitar Juli 2019 diduga Agung telah menerima Rp600 juta, akhir September 2019 diduga Agung telah menerima Rp50 juta, dan pada tanggal 6 Oktober 2019 diduga menerima Rp350 juta.

Baca juga: Rumah paman dan adik Bupati Lampung Utara nonaktif digeledah KPK

11. Bupati Indramayu 2014—2019 Supendi

Di pertengahan Oktober, KPK melakukan OTT terhadap Bupati Indramayu Supendi. Supendi bersama tiga orang lainnya kemudian ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi suap pengaturan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada tahun 2019.

Supendi ditetapkan tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas PUPR Kabupaten Indramayu Omarsyah dan Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu Wempy Triyono, sedangkan sebagai pemberi: Carsa AS dari unsur swasta.

Pemberian yang dilakukan Carsa kepada Supendi, Omarsyah, dan Wempy diduga merupakan bagian dari commitment fee 5—7 persen dari nilai proyek. Supendi diduga menerima total Rp200 juta, sedangkan Omarsyah diduga menerima uang total Rp350 juta dan sepeda.

Adapun Wempy diduga menerima Rp560 juta selama 5 kali pada bulan Agustus dan Oktober 2019.

Uang yang diterima Omarsyah dan Wempy diduga juga untuk kepentingan Supendi, pengurusan pengamanan proyek, dan kepentingan sendiri.

Baca juga: KPK panggil empat saksi kasus Bupati Indramayu nonaktif

12. Wali Kota Medan 2016—2021 Tengku Dzulmi Eldin

Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin menjadi kepala daerah teranyar yang menjadi tersangka kasus korupsi pada tahun 2019. Dia terjaring OTT pada tanggal 16 Oktober, kemudian ditetapkan sebagai tersangka sehari setelahnya atas dugaan penerimaan suap terkait dengan proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014—2015 dan 2016—2021.

Dia menjadi tersangka bersama Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari dan Kepala Subbagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar.

Dzulmi diduga menerima sejumlah uang dari Isa dan Syamsul terkait dengan proyek dan jabatan.

Selain menerima uang setiap bulan dari Isa, Dzulmi diduga menerima uang dari beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Salah satu penggunaan uang dari SKPD tersebut adalah untuk melunasi tagihan agen travel atas perjalanan Dzulmi dan keluarganya ke Jepang.

Baca juga: KPK cecar istri Wali Kota Medan soal perjalanan dinas ke Jepang

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019