Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid menilai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dimunculkan karena dianggap memiliki urgensi dan korelasi langsung dengan model perencanaan pembangunan yang berbeda dari masa lalu.

"GBHN dimunculkan karena dianggap memiliki urgensi dan korelasi langsung dengan model perencanaan yang berbeda dari yang kemarin, yang dianggap akan lebih cepat memberikan arah dan perbaikan masyarakat ekonomi maupun perbaikan yang lain," kata Jazilul dalam diskusi Empat Pilar MPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Baca juga: Wapres Ma'ruf minta pembahasan amendemen UUD 1945 tidak melenceng

Menurut dia, urgensi pasal-pasal yang akan diamendemen dalam UUD 1945 muncul ketika pasal tersebut ada kaitan langsung dengan perbaikan kehidupan masyarakat atau peningkatan kemaslahatan ekonomi.

Jazilul mengatakan ketika pasal itu tidak punya korelasi yang kuat dengan peningkatan kemaslahatan, perbaikan derajat hidup, ekonomi masyarakat Indonesia, maka amendemen itu akan mati dengan sendirinya.

"Jadi sesungguhnya ini proses awal yang sungguh bagi kami pimpinan MPR membutuhkan semua masukan, justru untuk menilai seberapa penting," ujarnya.

Dia mengatakan saat ini MPR sedang melakukan pemetaan dan tahap mendengar pendapat beberapa organisasi, dan banyak yang menyatakan perlu amendemen.

Baca juga: Basarah: Mensesneg buka koordinasi politik terkait amendemen UUD

Menurut dia berdasarkan rekomendasi MPR periode lalu, hal yang diamendemen adalah terkait GBHN namun tidak menutup kemungkinan ada pasal lain dalam UUD 1945 yang diamendemen.

"Namun amendemen itu karena menurut aturan tidak bisa semua pasal secara bersamaan begitu, karena usulan amendemen hanya terbatas pada pasal yang diusulkan," ujarnya.

Menurut dia soal urgensi amendemen, justru MPR menunggu aspirasi dan masukan dari masyarakat dan wartawan.

Jazilul mengakui ada pihak yang mencurigai ada motif apa di balik rencana amendemen UUD 1945 seperti jangan-jangan DPD RI mau amendemen pasal 22 UUD.

"Kalau ada motif-motif dan kepentingan tertentu, tentu menurut saya sekarang zaman transparan, kita bukan kepentingan-kepentingan tertentu atau memang kepentingan masyarakat banyak. Nanti diuji di dalam uji publik atau sosialisasi terkait undang-undang, tetapi tahap ini adalah tahap sosialisasi," katanya.

Baca juga: Pimpinan MPR diskusi amendemen UUD 1945 dengan PBNU

Menurut dia, sosialisasi terkait amendemen UUD tidak membutuhkan waktu yang pendek namun waktu panjang sehingga diperkirakan 1,5 tahun.

Menurut dia kalau semua sudah tersosialisasi dan input masukan maka MPR menyusun jadwal, kalau nanti semua kelompok fraksi dan DPD menyetujui amendemen, maka diketok amendemen.

"Tinggal menyemangati pasal yang mana, setelah itu dibentuk panitia kerja yang melaksanakan amendemen," katanya.

Baca juga: FPDIP fokus amendemen UUD 1945 hanya haluan negara

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019