Data dari World Economic Forum bahwa pada tahun 2019 Indonesia baru menempati urutan keempat dari delapan negara ASEAN yang terdaftar dalam indeks daya saing global.
Jakarta (ANTARA) - Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptek dan Inovasi (P2KMI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menjadi faktor kunci untuk meningkatkan daya saing masyarakat.

"Negara-negara maju itu sudah berhasil menggunakan iptek di dalam pembangunannya, sehingga kita tahu bahwa negara-negara maju bisa menjadi negara-negara yang disegani karena dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya sampai pada tingkat yang sangat tinggi," kata peneliti Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptek dan Inovasi (P2KMI) LIPI Budi Triyono dalam diskusi Kebijakan Iptek dan Inovasi Indonesia dalam Kerangka RPJMN 2015-2019 di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan di Indonesia berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kemajuan iptek.

Budi Triyono melihat upaya yang terkait dengan kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang iptek sudah sistematis. Iptek di Indonesia didanai oleh negara dan diarahkan untuk meningkatkan daya saing masyarakat.

Namun sayangnya, kata dia, capaian yang diharapkan dari sektor iptek di Indonesia, katanya, belum terlihat perannya di dalam pembangunan ekonomi.

Ia memperjelas fakta tersebut dengan menunjukkan data dari World Economic Forum bahwa pada tahun 2019 Indonesia baru menempati urutan keempat dari delapan negara ASEAN yang terdaftar dalam indeks daya saing global.

Dilihat dari komponen pembentuk daya saing, yaitu kapabilitas inovasi, katanya, Indonesia berada di urutan ke-74 dari 141 negara, hanya lebih unggul dari Kamboja dan Laos.

Kemudian berdasarkan penyelenggaraan risetnya, Indonesia berada di tingkat 83 dan hanya unggul dari Filipina, Kamboja dan Laos.

Ia menekankan bahwa penyelenggaraan riset dalam rangka RPJMN bidang iptek belum berdampak optimal terhadap peningkatan daya saing sektor produksi.

Selanjutnya, ia menilai bahwa penyelenggaraan riset juga masih terkotak-kotak dan belum terintegrasi sehingga ia mengatakan perlu ada mekanisme untuk mengintegrasikannya.

"Jadi seharusnya sinergi itu terjadi. Tapi ternyata itu sangat sulit dilakukan," katanya.

Oleh karena itu perlu ada ada satu wadah yang dapat mensinergikan penyelenggaraan riset antar lembaga sehingga terintegrasi dan menghasilkan teknologi yang memang diarahkan untuk meningkatkan daya saing, demikian Budi Triyono.

Baca juga: LIPI: kemampuan iptek ASEAN belum merata

Baca juga: Daya saing ekonomi Indonesia turun akibat regulasi yang rumit

Baca juga: LIPI: budaya mutu dan keselamatan perkuat daya saing

Baca juga: Menkeu: Kualitas SDM turunkan peringkat daya saing global Indonesia

Pewarta: Katriana
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019