Jakarta (ANTARA) - Bank Dunia menyebutkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia sejak Juni hingga Oktober 2019 telah merugikan negara sebesar 5,2 miliar dolar AS atau setara 0,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Bank Dunia mengungkapkan dalam laporan Indonesia Economic Quarterly periode Desember 2019 bahwa kebakaran hutan tersebut merupakan yang terparah sejak 2015 dan menimbulkan kabut asap tebal.

“Bicara sumber daya alam terkadang ada kebakaran hutan di lahan gambut yang merugikan negara sampai 5,2 miliar dolar AS,” kata Lead Economist World Bank Indonesia Frederico Gil Sander di Jakarta, Rabu.

Dalam laporan tersebut mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat terdampak sebanyak 0,9 persen yaitu salah satunya melalui komoditas kayu yang seharusnya dapat dipanen atau dipasarkan dalam dua hingga lima tahun mendatang.

Sementara untuk kabut asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan sehingga menyelimuti Indonesia dan negara tetangga itu memberikan perspektif negatif dari negara lain pada produk minyak kelapa sawit.

Hal tersebut dapat dilihat dari menurunnya permintaan sawit dari negara-negara Eropa selain karena mereka juga merencanakan untuk tidak lagi menggunakan bahan bakar berbahan minyak kelapa sawit pada 2030.

Selain perekonomian, laporan tersebut juga mencatat setidaknya lebih dari 900 ribu jiwa menderita sesak nafas per September lantaran asap dari kebakaran hutan itu serta 12 bandara nasional terpaksa terganggu operasinya.

“Ratusan sekolah di Indonesia, Malaysia, serta Singapura harus diliburkan untuk sementara waktu,” ujarnya.

Lebih lanjut, kebakaran hutan yang terjadi selama Januari hingga September 2019 diperkirakan telah menghanguskan lahan seluas 620,021 hektar di delapan provinsi atau setara dengan sembilan kali luas wilayah DKI Jakarta.

“Provinsi itu adalah Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Raiu, Kalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Timur, dan Papua,” katanya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019