Jakarta (ANTARA) - Instutite for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai implementasi program B30 perlu memperhatikan sejumlah hal, mulai dari kesiapan teknis, distribusi hingga pemberian insentif, untuk menjaga konsistensi pasokan bahan bakar nabati atau biofuel.

Peneliti INDEF Rusli Abdullah yang dihubungi di Jakarta, Rabu, mengatakan seiring dengan terus membaiknya harga minyak kelapa sawit di pasar internasional, maka pemerintah diharapkan bisa menyiapkan insentif agar produsen tetap memasok kebutuhan dalam negeri.

"Kebijakannya ketika harga sawit naik, pemerintah siapkan insentif. Jadi meski harga sawit naik, teman-teman produsen yang jual biofuel dapat insentif, seperti pajak atau lainnya," katanya.

Rusli mengatakan pemerintah memang tidak secara gamblang melarang ekspor biofuel dari minyak kelapa sawit setelah implementasi program tersebut.

"Kembali lagi ke moral produsen, mereka harus tahu diri karena saat harga turun pemerintah berusaha sampai membuat program B20-B30 begini, tapi ketika harga naik malah ekspor. Sebaiknya tahu diri," ujar Rusli Abdullah.

Rusli mengatakan dengan biofuel dimanfaatkan di dalam negeri juga akan membantu memperbaiki defisit transaksi berjalan dan neraca dagang akibat impor yang terlalu besar.

"B30 akan mengurangi pemakaian solar sehingga impor Indonesia secara makro bisa berkurang dan CAD (current account deficit) terbantu," imbuhnya.

Rusli juga mengusulkan agar ada kebijakan serupa dengan mandatori yang diimplementasikan pada komoditas batu bara untuk program B30. Hal itu juga untuk menjaga keberlangsungan pasokan minyak kelapa sawit untuk program tersebut.

Lebih lanjut, masalah distribusi, sosialisasi kepada pengguna serta hal teknis lainnya diharapkan bisa jadi perhatian pemerintah.

Baca juga: Kementerian ESDM: Awal pemakaian B30 butuh, pergantian filter

Baca juga: Kemenperin: Industri biodiesel domestik siap pasok FAME dukung B30



 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019