Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron menilai pelaksana program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) lebih baik dilakukan oleh Perum Bulog karena BUMN tersebut memiliki sistem dan mekanisme yang terintegrasi.

Dalam diskusi bertajuk "Bantuan Pangan Non Tunai dan Efektivitas Stabilisasi Harga Pangan" yang digelar di Jakarta, Kamis, Herman menyatakan, pelaksanaan BPNT harus didukung dengan perencanaan yang matang dan kesiapan infrastruktur di daerah untuk menerima program tersebut.

"Bulog telah memiliki sistem yang terintegrasi dari hulu hingga hilir sehingga sebaiknya pelaksanaan program BPNT dilakukan oleh Perum Bulog," katanya dalam diskusi yang digelar Perum Bulog bersama Forum Wartawan Bulog.

Baca juga: Program PKH-BPNT berjalan bagus dan berhasil, kata Komisi VIII DPR

Selain itu, lanjutnya, Bulog selama ini mengemban tugas untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok nasional, mengamankan ketersediaan atau buffer stok pangan dan keterjangkauan pasokan.

Oleh karena itu, menurut mantan Wakil Ketua Komisi IV DPR yang salah satunya membidangi pangan itu, perlu dilakukan penguatan regulasi maupun kebijakan yang terkait dengan tugas Perum Bulog.

"Perlu dilakukan revisi Peraturan Presiden no 63 tahun 2017 tentang penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai agar pengadaan dan penyalurannya diserahkan kepada Perum Bulog," ujarnya.

Baca juga: Mensos sebut nilai BPNT 2020 naik jadi Rp150 ribu

Senada dengan itu Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyatakan, pergantian program Beras untuk masyarakat miskin (Raskin) dan Beras sejahtera (Rastra) menjadi BPNT berdampak terhadap serapan gabah petani oleh Perum Bulog semakin mengecil.

"Raskin/Rastra diperlukan untuk memproteksi pangan rakyat. Apabila program ini dihilangkan akan berdampak pada 36 juta petani produsen," katanya.

Winarno menyatakan, meskipun penyerapan Bulog terhadap beras petani sekitar 8 persen dari seluruh produksi nasional 70 juta ton gabah kering giling (GKG) namun jumlah itu cukup besar dan mampu mengamankan harga beras petani agar tidak jatuh.

Pengamat pertanian Khudori menyatakan, selama ini Raskin/Rastra selain efektif menjaga harga gabah di tingkat petani juga terbukit membuat warga miskin mampu memperoleh pangan pokok dengan harga terjangkau.

Dia menegaskan, perubahan drastis kebijakan subsidi pangan dari beras sejahtera (rastra) yang sebelumnya bernama Raskin menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) potensi menjadi "bom waktu" jika pemangku kebijakan tidak segera mencari solusi.

"Tanpa instrumen stabilisasi yang jelas bisa dipastikan harga beras jadi lebih tidak stabil," ujarnya.

Instabilitas harga beras, lanjutnya,bakal membuat inflasi terpicu tinggi, yang dampaknya membuat daya beli warga miskin terpukul akhirnya kemiskinan membengkak.

Untuk itu, menurut dia, Cadangan beras pemerintah (CBP) harus ditingkatkan dari 350 ribu ton saat ini menjadi 1,5 - 2 juta ton selain itu mengharuskan rumah tangga sasaran (RTS) yang menerima BPNT membeli beras Bulog di outlet-outlet yang ditunjuk.

Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Perum Bulog Imam Subowo mengatakan, pihaknya siap jika pemerintah menugaskan perusahan tersebut untuk melaksanakan program BPNT.

"Bulog siap menyalurkan beras BPNT hingga ke rumah-rumah warga. Kalau Kebijakan BPNT dikembalikan ke Bulog, kami siap," katanya.

Dia mengatakan, Bulog selama ini telah berpengalaman dalam menyediakan dan menyalurkan Raskin maupun Rastra ke warga yang menerima bantuan.

Pewarta: Subagyo
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019