Indonesia memang tidak memiliki kapasitas produk yang cukup untuk mengekspor lebih banyak ke AS dan ini terjadi di beberapa komoditas unggulan
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani memaparkan Indonesia memiliki dua peluang dalam memanfaatkan adanya situasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang tak kunjung selesai.

“Warning besar ini. Harusnya kita bisa mengambil keuntungan at least dengan dua aspek,” katanya dalam acara seminar nasional Dinamika dan Tantangan Indonesia dalam Perekonomian Global di Widya Graha LIPI, Jakarta, Kamis.

Peluang pertama adalah mengambil pasar produk China yang diekspor ke AS sebab berbagai barang tersebut saat ini sedang dikenakan tarif yang cukup tinggi sehingga Indonesia memiliki kesempatan untuk menggantikannya.

"Ketika Amerika mengenakan tarif ke seluruh produk China harusnya kita bisa substitusi itu dan ambil pangsa pasarnya," ujarnya.

Baca juga: Tingkatkan peluang ekspor, Indonesia gelar lokakarya kopi di Jerman

Di sisi lain, pemerintah perlu memperhatikan kapasitas sebab tidak semua produk China yang diekspor ke AS diproduksi di Indonesia sehingga perlu membangun industri dalam negeri yang lebih baik jika ingin menikmati pangsa pasarnya.

“Itu butuh waktu yang cukup lama 12 sampai 18 bulan. Jadi mungkin ini lebih menengah dan jangka panjang,” katanya.

Tak hanya itu, faktor lain untuk meraih pangsa pasar China tersebut adalah realisasi investasi di Indonesia yang besar, perlu adanya pengadaan rantai pasokan dalam rangka menjamin kelancaran proses produksi, dan kapasitas produk yang cukup.

“Indonesia memang tidak memiliki kapasitas produk yang cukup untuk mengekspor lebih banyak ke AS dan ini terjadi di beberapa komoditas unggulan,” katanya.

Baca juga: Pengamat: Kontraksi ekspor-impor RI mereda 2020

Ia menyebutkan di antara lima sektor manufaktur unggulan Indonesia yang dinilai akan mampu tembus ekspor ke AS, hanya industri tekstil yang siap sebab dari segi fasilitas produksinya telah memenuhi standar pasar.

“Jadi saat trade war kami mapping komoditas apa yang jadi fokus yaitu tekstil, sepatu, elektronik, furnitur, dan karet,” ujarnya.

Peluang kedua adalah Indonesia bisa mengambil para pelaku usaha di China yang memutuskan untuk merelokasi bisnisnya ke negara lain seperti yang terjadi beberapa saat lalu yaitu 33 perusahaan pindah ke Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Kamboja.

“Meskipun perang dagang akan ada kesepakatan dengan AS dan China pada dasarnya hubungan ini sudah terdampak,” katanya.

Baca juga: Indonesia bisa tiru Vietnam manfaatkan perang dagang Amerika-China

Sementara itu, kondisi kinerja ekspor Indonesia ke AS sejak perang dagang dimulai tidak menunjukkan suatu perbaikan dan justru semakin tertinggal dari negara lain seperti India, Vietnam, Malaysia, Thailand, serta China.

Ia menyebutkan kinerja ekspor Indonesia ke AS dari kuartal II-2018 hingga kuartal III-2019 yaitu -3,39 persen, sedangkan India tumbuh 2,12 persen, Vietnam tumbuh 61,91 persen, Malaysia tumbuh 14,14 persen, Thailand tumbuh 8,11 persen, serta China -2,77 persen.

"China yang terhantam langsung pada kuartal II-2019 turun 16,06 persen tapi kemudian dia bisa berbalik jadi cuma -2,77 persen. Ini harus kita perhatikan kenapa negara lain bisa ambil manfaat tapi Indonesia malah tertinggal,” tegasnya.

Baca juga: Indef : Indonesia belum optimal manfaatkan perang dagang Amerika-China
Baca juga: Ekspor teh Indonesia berpeluang meningkat di tengah perang dagang

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019