Kelihatan mereka betul-betul ingin mematikan akses biodiesel kita ke sana jadi ya kita harus lawan
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Mahendra Siregar menyebut Indonesia akan membawa masalah pengenaan bea masuk anti subsidi terhadap biodiesel Indonesia oleh Uni Eropa (UE) ke organisasi perdagangan dunia (WTO).

"Kita perlu waktu, tapi saya rasa caranya ya kita harus respons dengan membawa ke WTO karena kan ini jelas persis pengulangan dengan apa yang dilakukan Eropa beberapa tahun lalu," katanya ditemui di Kemenko Kemaritiman dan Investasi Jakarta, Kamis.

Pada 2018, Indonesia memenangkan gugatan yang diajukan terhadap Uni Eropa di WTO atas pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk biodiesel asal Indonesia. Sebelum memenangkan gugatan, BMAD ditetapkan sebesar 8,8 persen hingga 23,3 persen sejak 2013.

Namun, menurut Mahendra, meski Indonesia telah memenangkan gugatan dengan masalah yang sama kala itu, UE tampak benar-benar serius menutup akses biodiesel Indonesia ke benua biru.

"Kelihatan mereka betul-betul ingin mematikan akses biodiesel kita ke sana jadi ya kita harus lawan," katanya.

Mahendra mengatakan proses gugatan ke WTO akan juga akan dilakukan sejalan dengan gugatan ke European Court.

"Tapi kita harus sadari, sekalipun demikian, mereka akan ulangi lagi karena memang tujuannya bukan untuk mendapatkan fairness tapi untuk mematikan akses kita ke Eropa," ungkapnya.

Meski demikian, mantan Wakil Menteri Perdagangan itu mengaku belum ada pembahasan untuk melayangkan gugatan ke WTO. Terlebih proses untuk itu membutuhkan persiapan matang.

Ia juga berharap prosesnya nanti tidak akan mengganggu negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa atau Perjanjian Kemitraan Ekonomi Menyeluruh Indonesia dan Uni Eropa (IEU CEPA).

"Memang harapannya tidak, tapi kalau itikadnya kelihatan kurang baik, ya kita juga malah bertanya-tanya. Kok ada keinginan untuk membangun hubungan yang lebih baik tapi yang terjadi malah banyak gugatan dan langkah-langkah yang menurut kita tidak fair," katanya.

Secara terpisah, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan Indonesia tidak perlu melayangkan gugatan apapun. Ia menilai tak ada masalah berarti jika Indonesia tak mengekspor biodiesel ke Eropa, terlebih dengan adanya program B20, B30 hingga B40.

"Enggak ada masalah. Itu cuma 400 juta dolar AS, silakan saja. Kalau kita sudah B20, B30, B40, kita mungkin 'ndak perlu ekspor ke situ lagi. Malah mungkin jumlah sawit kita yang 47 juta ton itu 'ndak cukup lagi untuk itu jadi mesti kita replanting program supaya kita nanti bisa yield-nya naik," katanya.

Komisi Uni Eropa pada Senin (9/12) akhirnya menetapkan tarif bea masuk biodiesel dari Indonesia sebesar 8-18 persen, besaran yang sama dengan tarif sementara yang diusulkan oleh UE sejak Agustus 2019.

UE memastikan pengenaan tarif bea masuk anti subsidi (BMAS) terhadap biodiesel Indonesia atas tuduhan subsidi yang dinilai merugikan produsen UE.

Dalam rilis yang dipublikasikan Komisi Eropa, produsen biofuel Indonesia dinilai telah menjual produk biodiesel dengan harga yang lebih rendah.

Penyelidikan terhadap kasus subsidi biodiesel ini menemukan bahwa produsen Indonesia mendapat manfaat dari subsidi, pajak, hingga akses terhadap bahan baku di bawah harga pasar.

"Ini membuat produsen Uni Eropa mengalami kerugian," kata Komisi Eropa seperti dikutip dari Reuters.

Baca juga: Indonesia susun strategi gugat UE soal pengenaan bea masuk biodiesel

Baca juga: Uni Eropa tetapkan bea masuk biodiesel Indonesia hingga 18 persen

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019