tidak boleh ada aktivitas perburun sirip hiu
Manokwari (ANTARA) - Akademisi Universitas Papua (Unipa) Manokwari, Papua Barat, menilai dibutuhkan kerja sama antarnegara dalam melakukan perlindungan hiu paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih.

"Dari penelitian, kami memperoleh hasil bahwa satwa laut ini sangat rentan. Keragaman genetiknya rendah ini berdampak pula pada kemampuannya beradaptasi dengan perubahan iklim," kata Peneliti dari Unipa, Abdul Hamid A Toha di Manokwari, Kamis.

Ia menjelaskan, tim peneliti dari Unipa bersama Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, serta World Wide Fund (WWF) telah melakukan penelitian hiu paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) yang hasilnya disusun dalam sebuah buku berjudul Hiu Paus.

Baca juga: Profauna Indonesia apresiasi tindakan penyelamatan hiu paus di Paiton
Baca juga: Nelayan Bangka Selatan temukan hiu terdampar


Ia menjelaskan, hasil penelitian menunjukkan jika habitat tercemar dan berdampak pada matinya satu individu maka hal sama akan terjadi pada individu hiu paus lain.

Pihaknya menduga, ada hubungan genetik antara hiu di Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) dengan hiu paus yang berada di daerah lain bahkan di Samudera Pasific, Samudera Hindia serta wilayah lain di seluruh dunia.

"Istilahnya, terjadi perkawinan antar saudara pada hiu paus di seluruh dunia. Ini yang membuat keragaman genetik dan kemampuannya menghadapi perubahan iklim menjadi rendah," ujarnya lagi.

Ia mengutarakan, di Taman Nasional Teluk Cenderawasih terdapat 179 hiu paus yang dapat ditemui sepanjang tahun.

Baca juga: Tim Rescue Shark Paiton evakuasi Hiu Paus dengan "Animal Wefare"
Baca juga: Udang, kepe-kepe, hiu paus jadi maskot Gerakan Indonesia Bersih


Selain kerja sama antar negara, kata dia, hubungan kerja sama pun harus terbangun antardaerah di Indonesia. Dengan demikian ada gerakan serentak di seluruh dunia untuk melindungi habitat serta hiu paus itu sendiri.

"Jangan jadikan hiu sebagai sumber makanan atau tidak boleh ada aktivitas perburun sirip hiu dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini harus menjadi kesadaran bersama," sebut dia.

Masalah lain yang patut mendapat perhatian serius, menurutnya, persoalan sampah mikro terutama yang berbahan plastik. Harus ada ketegasan agar masyarakat dan semua pihak tidak membuah sampah ke laut.

"Makanan pokok hiu paus ini plankton dan ikan puri. Cara makanya dengan menyedot, jangan sampai saat menyedot sampah-sampah mikro tadi ikut tersedot. Ini sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan hiu paus keracunan dan mati," pungkasnya.

Baca juga: Seirama dengan hiu paus di Botubarani
Baca juga: Bupati: keberadaan 18 hiu paus meningkatkan perekonomian masyarakat
Baca juga: Hiu paus kembali terlihat di Bone Bolango, Gorontalo

Pewarta: Toyiban
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019