Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi melakukan pembaruan data sampah laut yang akan digunakan untuk mendukung tercapainya target pengurangan 70 persen sampah laut nasional pada 2025 mendatang.

"Data ini sangat penting untuk meluruskan hasil penelitian Jenna Jambeck pada tahun 2015 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah penyumbang sampah laut terbesar kedua khususnya plastik di dunia, yakni sebesar 0,48-1,29 juta ton sampah laut per tahun," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Hal itu disampaikan Luhut saat memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Sampah Laut yang turut dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Penghitungan baseline data sampah laut telah dimulai sejak Februari 2018 yang melibatkan penelitian dari National Plastic Action Partnership (NPAP), Bank Dunia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Secara global, sampah plastik mendominasi komposisi permasalahan pencemaran laut, sekitar 60-80 persen dari jumlah total (Debris Free Oceans, 2019).

Beberapa negara menerapkan metodologi global untuk memperkirakan berapa volume sampah plastik yang bocor dari daratan ke air.

Ada tiga sumber kebocoran, yaitu pembuangan yang tidak tepat dari sampah yang sudah dikumpulkan; sampah yang tidak dikumpulkan yang dibuang secara ilegal di daratan; dan sampah yang tidak dikumpulkan yang dibuang langsung ke laut.

LIPI telah menghitung perkiraan awal berdasarkan data lapangan, yaitu 0,27-0,59 juta ton sampah laut nasional per tahun. Data tersebut berasal dari stasiun pengamatan di 18 lokasi di seluruh Indonesia.

Rencananya, ke depan tim gabungan yang terdiri atas LIPI, NPAP, Bank Dunia, dan KLHK akan bekerja untuk melakukan studi lanjutan untuk mendapatkan hasil estimasi sampah plastik yang terbuang ke laut secara komprehensif di seluruh wilayah Indonesia.

Estimasi baseline data sampah laut merupakan salah satu aktivitas utama dari Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

Tim itu terbentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Targetnya, 70 persen sampah laut berkurang pada tahun 2025.

Di dalam Perpres tersebut, dibentuk Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut Tahun 2018-2025, yang memberikan arahan strategis bagi kementerian/lembaga dalam menangani permasalahan sampah laut selama jangka waktu delapan tahun.

Ketua Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dengan Ketua Harian adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Anggota tim antara lain Menteri Perindustrian, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Koperasi/UKM, Menteri PUPR, Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas, Menteri Pariwisata, Sekretaris Kabinet dan Kepala Bakamla.

Dalam mendukung pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Nasional, maka dibentuk Tim Pelaksana Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut. Ada lima strategi pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut, pertama, gerakan nasional peningkatan kesadaran para pemangku kepentingan. Kedua, pengelolaan sampah yang bersumber dari darat.

Ketiga, penanggulangan sampah di pesisir dan laut. Keempat, mekanisme pendanaan, penguatan kelembagaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Terakhir, penelitian dan pengembangan.

Baca juga: Edhy Prabowo mengaku diminta tangani sampah plastik Labuan Bajo

Baca juga: Indonesia cukup memimpin dalam menyuarakan penanganan sampah plastik

Baca juga: Para penyelam bersihkan sampah plastik di laut Buleleng

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019