Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa negara betul-betul serius menangani persoalan terorisme, termasuk dalam pemberian bantuan kompensasi kepada korban terorisme.

"Undang-undang menyatakan korban terorisme mendapatkan kompensasi atau restitusi, kemudian pengobatan medis maupun psikososial. Itu diberikan negara," katanya, di Jakarta, Jumat.

Hal tersebut disampaikannya saat penyerahan bantuan kompensasi kepada empat korban tindak terorisme di Tol Kanci-Pejagan, Cirebon, dan Pasar Blimbing, Lamongan, Jawa Timur.

Untuk menghitung besaran bantuan kompensasi kepada korban terorisme, kata dia, dilakukan penghitungan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kemudian diputuskan oleh pengadilan.

"Itu berlaku sejak 2018. Sebab itu kan UU-nya (UU Nomor 5/2018) baru 2018. Kemudian, ada yang minta yang dulu-dulu ke mana? Lalu dihitung mundur bisa sampai Bom Bali I dan seterusnya," kata Mahfud.

Mahfud memperkirakan ada sekitar 800 korban terorisme sejak teror Bom Bali I yang harus mendapatkan bantuan kompensasi dengan total senilai Rp70 miliar hingga Rp80 miliar.

Artinya, kata dia, negara memperhatikan betul terhadap para korban terorisme di masa lalu, sebab biasanya UU berlaku proaktif atau ke depan sejak diberlakukan.

"Karena pemerintah merasa punya tanggung jawab moral membantu (korban) sebelum ada UU maka berlaku mundur, retroaktif. Ini dimungkinkan di dalam hukum administrasi. Kalau dalam hukum pidana, seperti penuntutan, dilarang," katanya.

Sementara itu, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengaku sudah ada korban terorisme di masa lalu yang mengajukan kompensasi dengan rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

"Itu nanti kita akan hitung. Tetapi, untuk korban masa lalu ini kita mempunyai skema. Jadi, tidak dihitung orang per orang berapa kerugiannya itu, enggak. Nanti kerugiannya pakai skema, misalnya kalau luka berat, luka ringan, yang meninggal dunia," katanya.

Mengenai pemberian bantuan kompensasi bagi korban terorisme di masa lalu itu, Hasto mengatakan tinggal menunggu peraturan pemerintah (PP) yang mengatur.

Presiden Joko Widodo sudah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 7/2018, namun aturan tersebut perlu direvisi agar bisa menjangkau korban tindak pidana terorisme di masa lalu.

"Ya, ini menunggu PP saja yang sedang direvisi. Mudah-mudahan tahun ini sudah bisa disahkan. Kita harapkan begitu," kata Hasto.

Baca juga: LPSK sebut penyaluran kompensasi korban terorisme capai Rp4,2 miliar

Baca juga: Empat korban terorisme dapat kompensasi dari negara


 

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019