Itu semua juga sudah tertera dalam Permendag,
Jakarta (ANTARA) - Setelah dua organisasi yakni APPBI dan HIPPINDO, kini Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO) menilai Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 tahun 2018 tentang Perpasaran juga memberatkan.

Pasalnya, menurut APRINDO dalam Perda tersebut, terdapat pasal yang mewajibkan agar pelaku usaha memberi ruang efektif sebesar 20 persen kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) secara cuma-cuma.

"Kami ingin perspektif dari pengusaha ritel diperhatikan pula menyoal ruang khusus 20 persen bagi UMKM ini, di mana sesungguhnya hal itu selain akan berdampak pada pengusaha, juga pada UMKM itu sendiri," ujar Ketua Umum APRINDO Roy Mandey di Jakarta, Jumat.

Karena, tambah Roy landasan kemitraan UMKM dengan retail modern ada empat asas yaitu saling menguatkan, saling membutuhkan, saling mempercayai dan saling menguntungkan.

Baca juga: Aprindo tingkatkan kualitas,kuantitas dan kontinuitas

"Itu semua juga sudah tertera dalam Permendag," ujarnya.

Ritel modern di bawah Aprindo, lanjutnya sudah memasarkan produk UMKM dan menyediakan ruang khusus seperti rak UMKM atau pojok UMKM, bahkan sebelum dikeluarkannya Perda tersebut yang merupakan pintu masuk bagi produk UMKM untuk lebih dikenal sehingga membuat mereka meningkatkan kualitas produknya.

"Hukum bisnis pasti apabila produk tersebut berkualitas baik hingga banyak diminati dan laku keras, maka semakin luas jangkauan yang kami berikan kepada ereka. Jadi bukan bergantung pada kewajiban memberi ruang seperti yang dimaksud Perda tersebut," jelasnya.

Adapun terkait Perda tersebut, Aprindo memahami maksud dari Pemprov DKI Jakarta adalah untuk kemajuan UMKM, namun alangkah baiknya semua pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut untuk diajak duduk bersama dalam merumuskan formula terbaik.

"Kami sangat terbuka bila Pemprov DKI Jakarta mau mengajak kami dalam merumuskan formula terbaik untuk pelaku UMKM," ungkapnya.

Baca juga: Aprindo prediksi ritel masih akan sesuaikan bisnis model hingga 2020

Sebelumnya, pelaku usaha pusat perbelanjaan (mal) menilai bahwa Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran memberatkan dan tidak mungkin untuk dilaksanakan.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengemukakan Perda itu memuat sejumlah kewajiban bagi pengelola mal untuk memberdayakan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui tiga pola kemitraan, yakni penyediaan lokasi usaha, penyediaan pasokan dan atau penyediaan fasilitasi.

"Pengelola mal tak mungkin menanggung biaya 20 persen ruang usaha yang diberikan untuk UMKM, jika digratiskan," ucapnya.

Saat ini, menurut dia bisnis mal sedang tidak baik, banyak mal yang merugi. Sedangkan yang terbilang suksespun setelah 12 tahun (tanpa menghitung harga tanah) baru mendapatkan break event point (BEP).

"Sehingga dengan diterapkannya Perda Nomor 2 Tahun 2018 itu dapat mengakibatkan mal akan merugi dan tutup," katanya.

Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah menilai kewajiban para pengusaha mal untuk menyediakan ruang usaha bagi kalangan UMKM sebesar 20 persen harus tepat sasaran.

"Definisi UMKM perlu diperjelas dan produk yang ditawarkan harus sesuai dengan kelas atau target konsumen dari suatu mal," ujarnya.

Misalnya, ia mencontohkan tidak mungkin mal dengan target konsumen kelas atas diisi dengan UMKM yang menawarkan produk seperti yang dijajakan pedagang kaki Lima.

"Akan tetapi, masih mungkin bila UMKM itu menjual produk yang memang sesuai dengan kelas atau konsumen di suatu mal," tambahnya.

Maka itu, ia menyampaikan Hippindo menolak jika ruang usaha sebesar 20 persen tersebut diberikan secara gratis.

Baca juga: Pengusaha ritel harapkan pemerintah mampu dongkrak pertumbuhan UMKM

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019