Catatan buruk itu terulang kembali pada SEA Games 2017 Malaysia. Indonesia seakan rapuh tak berdaya dikalahkan oleh tuan rumah, Thailand, Vietnam, dan Singapura.

Baca juga: Catatan prestasi Indonesia di SEA Games dari tahun ke tahun

Budiarto menilai masalah itu masih mengakar kuat hingga sekarang karena birokrasi olahraga yang terlalu rumit dan anggaran yang banyak tersedot untuk hal yang tidak perlu.

"Terlalu banyak organisasi yang mengurus pembinaan kita seperti Kemenpora KOI, KONI. KONI aja itu sampai daerah. Belum pengurus besar setiap cabang olahraga. Harus segera dilakukan penyederhanaan beban organisasi," ujar Budiarto.

"Harus dilakukan reformasi birokrasi olahraga. Jadi yang mengurus gak perlu banyak-banyak, disatukan saja. Pemisahan itu konsekuensinya menambah anggaran. Jadi uang tersedot bukan untuk atlet, tapi pengurus, "katanya menjelaskan.

Masalah lain yang perlu dibenahi, lanjut Budiarto, adalah dana pembinaan atlet. Ia menilai anggaran Rp1,95 triliun pada 2019 perlu ditambah agar prestasi olahraga Indonesia juga terus meningkat.

"Satu tahun cuma Rp2 triliun itu sangat kurang. Idealnya tiga kali lipat dari jumlah sekarang," katanya.

Baca juga: Kenapa Indonesia bisa disalip Thailand dan Vietnam, ini analisisnya

Baca juga: Perolehan medali SEA Games 2019 sehari menjelang penutupan


Apa yang dikatakan oleh Budiarto semakin tampak relevan kala beberapa pengurus cabang olahraga mengeluhkan dana Pelatnas yang telat turun sehingga menyebabkan persiapan tampil di SEA Games kurang matang.

Kepala Bidang Pembinaan Prestasi Olahraga (Kabidbinpres) PB PRSI Wisnu Wardhana mengakui bahwa Pelatnas akuatik untuk SEA Games 2019 kurang persiapan yang matang.

"Kita melihat dari hasil kemarin (SEA Games 2109) prestasinya kita akui kurang dan persiapannya harus lebih baik lagi. Untuk kedepannya kita ingin pelatnas terus jalan namun kita terkendala dana," kata Wisnu.

Wisnu berharap Indonesia dapat mencontoh Singapura dan Vietnam yang sudah mulai memfokuskan pembinaan pada cabang renang sejak 20 tahun yang lalu. Salah satu upayanya adalah mengirim atlet untuk melakukan training camp dan kompetisi di luar negeri, pembinaan jangka panjang serta mempersiapkan Pelatnas sedini mungkin.

"Sekarang cabang renang Singapura dan Vietnam itu memetik hasil pembinaan yang sudah mereka lakukan sejak 20 tahun yang lalu. Sehingga mereka siap dengan atlet pelapis yang berkualitas," ujar Wisnu.
 
Dengan pengawasan pelatih David Armandoni, perenang timnas Indonesia yang terdiri dari Fadlan Prawira, Muhammad Fachri, Farrel Armandio Tangkas, Azzahra Permatahani, A.A. Istri Kania Ratih, Adinda Larasati Dewi, Nurul Fajar dan Vannesae Evato, melaksanakan pelatihan selama dua minggu di Kunming, China. (PRSI)


Baca juga: Pelatih sebut kualitas perenang Indonesia dan Singapura sangat timpang

Pelatih tim nasional renang Indonesia David Armandoni pun berpendapat serupa. Ia mengatakan bahwa atlet junior perlu dibina untuk mempersiapkan mereka menjadi perenang yang memiliki kualitas tak jauh berbeda dari seniornya.

Adapun untuk mempersiapkan mereka ke level itu, David mengatakan bahwa dibutuhkan program serta rencana Pelatnas yang jelas dan dipersiapkan lebih awal.

"Yang harus kita lakukan sekarang adalah melakukan training camp ke luar negeri, memetakan para perenang junior bagaimana mereka bisa mempersiapkan diri menjadi atlet berkualitas karena itu membutuhkan waktu yang lama."

Baca juga: Pelatih renang Indonesia fokus bina atlet junior

Selanjutnya perhatian ...

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2019