Jakarta, (ANTARA News) - Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menyatakan upaya menghidupkan kembali Panitia Khusus (Pansus) Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 adalah manuver politik dan operasi politik. "Pernyataan Ketua Pansus yang akan memanggil mantan jenderal dalam waktu dekat merupakan langkah politik untuk kepentingan jangka pendek, bukan usaha untuk menegakkan hukum dan hak asasi manusia (HAM)," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, di Jakarta, Minggu, saat jumpa pers mengenai Pansus tersebut. Pada acara tersebut Prabowo Subiyanto tidak hadir karena sedang berada di luar negeri. Sebelumnya Ketua Pansus DPR kasus Penghilangan Orang tersebut Effendi MS Simbolon (Fraksi PDIP) mengatakan, upaya tersebut berdasarkan rekomendasi Komnas HAM. Diberitakan, para jenderal yang akan dipanggil adalah Wiranto, Prabowo, Sutiyoso, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Fadli mengatakan, manuver politik oknum DPR tersebut semakin kentara karena belum apa-apa sudah menyatakan tidak bermuatan politik. "Muncul secara tiba-tiba, tidak ada angin tidak ada hujan. Usaha menghidupkan kembali Pansus juga terkesan dipaksakan, padahal masa sidang DPR akan segera berakhir. Motivisinya apa?, keluarkan pernyataan tiba-tiba," katanya. Fadli Zon juga mengatakan bahwa berdasarkan pernyataan wakil ketua dan anggota Pansus tidak ada koordinasi mengenai penghidupan pansus tersebut. "Lebih jauh, tampaknya pernyataan ini tidak melalui koordinasi dengan para wakil ketua dan anggota Pansus," katanya. Ia menduga pernyataan tersebut bisa saja keinginan pribadi, keinginan parpol atau keinginan parpol lainnya. Fadli mengatakan, dalam pertarungan politik, pesaing memang selalu mencari celah, mencari kelemahan lawan politiknya. Apalagi, katanya, popularitas Prabowo semakin meningkat berdasarkan hasil-hasil survei. "Semakin tinggi pohon makan semakin kencang anginnya," katanya. Namun demikian, katanya, Gerindra akan menghadapi masalah tersebut dengan tenang karena sudah tahu bahwa upaya tersebut akan selalu ada. Gerindra tidak akan melakukan cara-cara negatif menghadapinya. Tak hadir Gerindra juga menyarankan agar Prabowo tidak datang jika dipanggil Pansus tersebut. Alasannya, Mahkamah Konstitusi sudah merevisi penjelasan Pasal 43 ayat (2) UU No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. DPR, katanya, tidak bisa merekomendasikan perlu tidaknya Pengadilan HAM berdasarkan dugaan semata. DPR, katanya, adalah institusi politik, dan yang berhak melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah lembaga yudikatif seperti Kejaksaan Agung, dan bukannya lembaga legislatif. Keputusan MK tersebut dinyatakan dalam putusan perkara No.18/PUU-V/2007 yang dimohonkan Eurico Guterres. Ia juga mengatakan, persoalan penculikan (penangkapan aktivis 1997-1998) sudah selesai melalui Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) dan Dewan Kehormatan Perwira. Mahmilti dilakukan pada 1999 mengadili 11 anggota Tim Mawar melalui putusan perkara Nomor. PUT.25-16/K-Ad/mmT-II/IV/1999. Ada yang diberhentikan dari dinas militer dan ada yang dipenjara. "Kasus sudah selesai tidak bisa diadili dua kali. Apa yang digugat sudah pernah diperkarakan dan telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap," katanya. Dan saat ini dua korban penculikan tahun 1998, Pius Lutrilanang dan Desmond J Mahesa, menjadi kader dan Caleg partai itu. Ia yakin masyarakat tidak akan terpengaruh tehadap berita Pansus tersebut karena masyarakat sudah semakin pintar. Bahkan Fadli Zon menduga dukungan terhadap Prabowo akan semakin meningkat.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008