Jakarta (ANTARA) - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane mempertanyakan sikap pimpinan Komisi III DPR yang mengecam penyitaan belasan mobil mewah oleh Polda Jawa Timur.
Mobil-mobil mewah itu disita karena diduga tidak dilengkapi dokumen resmi kepemilikan kendaraan (bodong).
Baca juga: Polda Jatim sita 14 mobil mewah diduga tak taat administrasi
Baca juga: Mobil mewah di Jatim berpotensi hasilkan pajak Rp125,4 miliar
Baca juga: Sri Mulyani: Bea Cukai gagalkan 7 kasus penyelundupan kendaraan mewah
Melalui siaran pers, Rabu, Neta meminta Polda Jatim tidak perlu takut untuk bertindak tegas meski ada tudingan dari Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni bahwa tindakan polisi sewenang-wenang.
IPW mendorong Polri agar tidak takut tekanan dari pihak manapun.
Pihaknya dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung tindakan tersebut.
“Tujuannya agar pemilik mobil mewah itu taat peraturan. Jika para pemilik mobil mewah itu merasa benar dan diperlakukan tidak adil oleh polisi, mereka bisa mengadu ke Propam atau bahkan mempraperadilankan Polda Jatim,” kata Neta.
IPW berharap semua pihak, terutama DPR RI dan DPRD Jawa Timur mendukung sikap tegas jajaran kepolisian agar ketertiban dan ketaatan membayar pajak tidak diabaikan. Bukan malah sebaliknya.
Menurutnya, sikap Polda Jatim sangat tegas dan patut mendapat apresiasi karena mobil mewah tersebut langsung dibawa ke Polda Jatim.
"Ada tiga alasan yang membuat Polda Jatim bertindak tegas. Pertama, adanya kasus mobil mewah yang terbakar di jalanan di Surabaya. Antisipatif memang harus dilakukan polisi karena kasus mobil terbakar di jalanan tentu sangat berbahaya," ujarnya.
Kedua, kata Neta, ada dugaan bahwa mobil mewah tidak memiliki surat-surat yang lengkap.
Dan ketiga, diduga banyak mobil mewah yang tidak bayar pajak alias pemiliknya mengemplang pajak.
"Seharusnya semua polda di Indonesia mengikuti langkah tegas yang dilakukan Polda Jatim agar para pemilik mobil mewah tidak bersikap sesukanya," katanya.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengingatkan Polda Jatim agar pemeriksaan terhadap sejumlah mobil mewah di Surabaya, Jawa Timur, tidak sewenang-wenang.
Politisi Nasdem itu menyebutkan adanya sejumlah indikasi kesewenang-wenangan aparat.
Sementara Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera mempersilakan jika Sahroni memiliki bukti adanya kesewenang-wenangan polisi dalam kasus ini, Polri terbuka menerima.
Frans menegaskan pihaknya akan tetap memproses kasus ini, meski Sahroni mempertanyakannya.
"Ya pasti (ditindaklanjuti). Sudah ada lima (kendaraan) yang tidak terdaftar," kata Frans.
Sementara Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya terbuka untuk mengusut dan berkoordinasi, jika dalam proses investigasi yang dilakukan Bea Cukai tersebut ditemukan ada indikasi korupsi.
"Bisa juga ke instansi penegak hukum lain, kalau kasusnya penyelundupan murni, tidak ada korupsi tentu hal itu lebih tepat menjadi kewenangan Bea dan Cukai," tuturnya.
Sementara Saut Siumorang, pimpinan KPK 2015-2019 mengatakan pihaknya sudah bicara beberapa hal dengan Menkeu Sri Mulyani saat acara Hari Anti Korupsi tentang perlunya KPK bersama Kementerian Keuangan baik Dirjen Pajak, atau Bea Cukai untuk meningkatkan upaya bersama secara detail sampai ke akar masalah yang mengacaukan potensi penerimaan negara, termasuk dari penyelundupan kendaraan mewah.
"Di mana strategi nasional pemberantasan korupsi, pemerintah lewat Perpres 54 Tahun 2018 juga membuat program yang sama pada sisi pendapatan negara, mengingat rasio pajak kita masih rendah," ujarnya.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019