Reaksi pasar tiba-tiba lebih kuat karena fakta bahwa kami sangat jauh dari estimasi industri dalam hal penumpukan (persediaan) bersih
New York (ANTARA) - Harga minyak relatif stabil pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah data pemerintah AS menunjukkan penurunan dalam persediaan minyak mentah dan karena ekspektasi kenaikan permintaan tahun depan didukung kemajuan dalam menyelesaikan perang perdagangan AS-China.

Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari sedikit menguat hanya tujuh sen menjadi menetap di 66,17 dolar AS per barel, sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari turun tipis satu sen menjadi ditutup di 60,93 dolar AS per barel per barel.

Persediaan minyak mentah AS turun 1,1 juta barel dalam sepekan yang berakhir 13 Desember menjadi 446,8 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi para analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 1,3 juta barel, kata Badan Informasi Energi AS (EIA).

Sementara itu, persediaan bensin dan sulingan minggu lalu meningkat masing-masing sebesar 2,5 juta barel menjadi 237,3 juta barel dan 1,5 juta barel menjadi 125,1 juta barel, kata EIA.

Minyak memangkas kerugian setelah data, yang bertentangan dengan laporan Selasa (17/12/2019) tentang penumpukan stok minyak mentah AS dari kelompok industri American Petroleum Institute (API). Angka-angka API yang dirilis menunjukkan persediaan minyak mentah AS membengkak sebesar 4,7 juta barel pekan lalu menjadi 452 juta barel, memicu aksi jual pasca penyelesaian di minyak berjangka.

"Reaksi pasar tiba-tiba lebih kuat karena fakta bahwa kami sangat jauh dari estimasi industri dalam hal penumpukan (persediaan) bersih," kata Analis Pasar Energi CHS Hedging, Tony Headrick.

"Tren kenaikan ekspektasi dari permintaan optimis seperti dari perkembangan terakhir kesepakatan perdagangan AS-China memiliki kemampuan untuk tetap utuh setelah angka-angka ini," kata Headrick.

Harga telah naik lebih dari satu persen pada sesi sebelumnya setelah pengumuman pekan lalu dari apa yang disebut kesepakatan perdagangan fase satu AS-China, yang mengangkat prospek ekonomi global dan meningkatkan prospek permintaan energi.

Pemotongan produksi yang lebih dalam oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, seperti Rusia, yang membentuk kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, juga terus menawarkan beberapa dukungan dan mencegah penurunan harga lebih lanjut.

OPEC+, yang telah memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) sejak 1 Januari tahun ini, akan membuat pemotongan lebih lanjut sebesar 500.000 bph mulai 1 Januari untuk mendukung pasar.

RBC Capital Markets mengatakan harga bisa mandek jika kemajuan perdagangan tidak diterjemahkan ke dalam pertumbuhan ekonomi yang konkret.

"Tunas hijau -- tanda-tanda pemulihan -- ekonomi akan membantu sentimen," tulis bank tersebut. "Tapi kekhawatiran makro yang luas, kelembutan permintaan minyak dan lindung nilai produsen yang meningkat dapat terus berfungsi sebagai tantangan jangka pendek untuk harga minyak."

Baca juga: Bursa saham Inggris menguat, Indeks FTSE-100 berakhir naik 0,21 persen

Baca juga: IHSG diprediksi bergerak variatif, dipengaruhi isu pemakzulan Trump



 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019