Kita mulai dengan MTT, pelan-pelan kita bergerak, tahun depan interoperability dengan Transjakarta dan LRT. Bank Indonesia mensyaratkan Januari 2022 harus terjadi, kalau enggak, izin dicabut
Tokyo (ANTARA) - Derap langkah ribuan calon penumpang menghentak lantai Stasiun Shinjuku, salah satu stasiun tersibuk di dunia yang mempertemukan hampir seluruh jaringan kereta di kota Tokyo dan sekitarnya.

Ditariknya langkah itu cepat-cepat agar segera menggapai badan kereta yang melesat bagai peluru ke tempat tujuan para salaryman itu bekerja.

Tidak ada waktu bagi mereka untuk berlama-lama bahkan barang sedetik untuk menempelkan kartu pembayaran di gate yang akan mereka masuki. Para calon penumpang melakukannya sambil berlari bahkan tanpa mengeluarkannya dari dompet atau langsung dari ponsel pintar mereka.

Kebutuhan akan kecepatan sensor kartu kereta di Jepang menjadi inspirasi Sony untuk mengembangkan sistem yang bernama FeliCa pada 2001.

Sistem itu ditanam dalam chip yang memiliki kemampuan membaca kartu atau IC Card hanya 0,1 detik, sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan kecepatan bertransaksi.

Kartu pertama yang dikembangkan, yakni Suica di mana pada saat itu digunakan untuk pembayaran tiket kereta yang dioperasikan oleh Japan National Railways yang saat ini sudah bertransformasi menjadi perusahaan swasta Japan Railways (JR) yang dikenal mengoperasikan lintas JR Lines.

Kemudian pada 2003 dan 2004, dilakukan persiapan integrasi penggunaan kartu Suica, bukan hanya di JR Lines, melainkan juga di lintas kereta dengan beda operator.

Seiring waktu, operator lain pun ingin memiliki kartu dengan sistem yang serupa, sehingga pada 2007, salah satu operator besar Tokyo Metro juga membuat kartu dengan nama Pasmo.

Leader South-East Asia Business Development Department FeliCa Business Division Sony Yosuke Kobayashi menyebutkan saat ini pihaknya sudah menciptakan sistem untuk 100 juta kartu dari 10 merk dan saling terintegrasi antara 142 operator transportasi, baik kereta maupun bus di seluruh wilayah Jepang.

Nama kartu-kartu tersebut, di antaranya Suica, Pasmo, Kitaca (wilayah Hokkaido dan sekitarya), Icoca (wilayah Kansai dan sekitarnya), Taica dan lainnya, bahkan Sony FeliCa juga mengembangkan kartu untuk MTR Hong Kong, yakni Octopus.

Leader South-East Asia Business Development Department FeliCa Business Division Sony Yosuke menjelaskan sistem FeliCa yang ada di kartu Suica dan kartu-kartu kereta lainnya di Kantor Pusat Sony, Shinagawa, Jepang. (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)
“Sebelumnya kartu ini tidak terintegrasi, jadi apabila saya pergi ke Hokkaido, saya harus membeli Kitaca, tapi saat ini semuanya sudah terintegrasi. Jadi, meski saya pergi ke manapun masih bisa menggunakan Suica yang saya punya,” kata Kobayashi.

Sistem FeliCa terus dikembangkan sebagai sistem yang multiplatform, tidak hanya di dalam kartu, tetapi juga di ponsel pintar (smart phone) dan jam tangan pintar (smart watch).

Penggunaannya pun tidak terbatas pada pembayaran tiket kereta (52 operator dan 4.275 stasiun) atau bus (96 operator dan 21.450 terminal), tetapi juga untuk membeli minuman di vending machine, pembayaran di convenient store, taksi, parkir, loker, dan pembelian retail (320.000 toko).
 

Kartu Suica juga bisa digunakan untuk pembayaran sewa sepeda di Tokyo, Jepang. (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)
Implementasi di Indonesia

“Di Jakarta juga bisa sebagai contoh digunakan bersama MRT Jakarta, Commuter Line (KRL) dan TransJakarta, maka kepraktisan akan semakin bertambah,” katanya.

Kartu Jelajah Berganda yang baru dilincurkan PT MRT Jakarta juga dikembangkan oleh Sony FeliCa dengan kecepatan membaca sensor kartu hanya 0,3 detik.

Deputy Senior General Manager FeliCa Business Division Sony Toyoaki Kobayashi mengaku turut berbahagia akhirnya Bank Indonesia (BI) melalui surat nomor 21/447/DKSP/Srt/B menerbitkan izin untuk meluncurkan kartu multi trip tertanggal 14 November 2019.

“Kami sangat senang Bank Indonesia mengeluarkan surat kepada MRT Jakarta untuk menerbitkan kartu untuk pembayaran tiket. Kami ingin mendukung kartu FeliCa di Indonesia sebagai kartu multifungsi dan multiguna,” ujar Kobayashi.

Persetujuan izin ini diberikan BI kepada MRT Jakarta dan belaku selama lima tahun sampai dengan 14 November 2024 dan dapat diperpanjang kembali.

Namun, BI kembali mensyaratkan apabila kartu jelajah berganda itu tidak terkoneksi untuk pembayaran kereta rel listrik (KRL) dan Bus Transjakarta pada Januari 2022, maka izin akan dicabut.

Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan Kartu Jelajah Berganda akan terintegrasi dengan pembayaran moda transportasi yang tergabung dalam JakLingko.

“Kita mulai dengan MTT, pelan-pelan kita bergerak, tahun depan interoperability dengan Transjakarta dan LRT. Bank Indonesia mensyaratkan Januari 2022 harus terjadi, kalau enggak, izin dicabut,” kata William.

Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar memegang Kartu Jelajah Berganda yang juga dikembangkan oleh Sony FeliCa. (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)
Proses Integrasi

Sistem pembayaran elektronik untuk transportasi di Indonesia, khususnya Jabodetabek masih didominasi oleh kartu yang dikeluarkan oleh bank.

Hal ini disebabkan belum terpadunya penggunaan kartu yang dikeluarkan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) untuk pembayaran kereta rel listrik (KRL), MRT Jakarta dan TransJakarta.

Sementara itu baru kartu dari perbankan yang bisa digunakan untuk seluruh pembayaran moda tersebut, meskipun kecepatan sensornya masih di antara dua hingga tiga detik.

Untuk itu, General Manager FeliCa Business Division Sony Masato Kaneko menuturkan awal mula pengintegrasian kartu pembayaran transportasi di Jepang yang sekiranya bisa diterapkan juga di Indonesia.

“Bank di Jepang tidak mengeluarkan kartu, para operator transportasi mau menggabungkan demi kepraktisan,” katanya.

Integrasi itu juga tidak sekaligus, tetapi per wilayah, contohnya Wilayah Kanto (Tokyo dan sekitarnya), Wilayah Kansai (Osaka, Tokyo dan sekitarnya) yang kemudian diintegrasikan secara nasional.

Untuk penyaluran uang ke masing-masing operator atau kriling, dibentuk operator atau kliring center yang akan mentrasfer sesuai dengan jalur kereta yang penumpang naiki, seperti JR Lines masuk ke JR, untuk jalur Ginza Line masuk ke Tokyo Metro dan Odakyu Line masuk ke Odakyu.

“Sistem ini juga memiliki tingkat kemanan yang sangat tinggi,” ujar Kaneko.

Sistem Kartu Suica dalam berbagai platform, telepon pintar (smartphone) dan jam tangan pintar (smartwatch). (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)
Divisi Teknologi Informasi dan Bisnis Suica JR Railways Yamamoto mengatakan terbitnya pembayaran tiket menggunakan kartu Suica karena msyarakat mulai malas menggunakan tiket satuan yang harus dimasukan ke dalam gate dan ditarik kembali setelah keluar gate.

“Dengan adanya Suica, pengguna itu merasa praktis dan aman, saat ini di Indonesia sudah ada sistem yang serupa lewat MRT Jakarta,” katanya.

Lebih dari sekadar pembayaran tiket kereta, Yamamoto menuturkan bahwa kartu tersebut masih bisa dikembangkan untuk bisnis yang lain, seperti pembayaran convenient store di mana JR juga mengemangkan usaha retail itu bernama NewDays yang ada di stasiun-stasiun yang terhubung dengan jaringan JR Lines.

Saat ini, kartu Suica juga dikembangkan untuk kartu tanda pengenal di perusahaan dan alat pembayaran lainnya, mengingat JR pemilik platform dari seluruh kartu kereta yang ada di Jepang.

Saat ini pun JR mengembangkan kartu untuk wisatawan di mana tidak perlu menyimpan deposit sebesar minimal 500 yen atau Rp64.000 seperti kartu pada umumnya, juga bisa dijadikan untuk oleh-oleh karena berdesain bunga sakura, ikon khas Jepang.

“Kalaupun masih ada saldo dalam kartu Suica yang biasa, uang itu masih tersimpan hingga 10 tahun mendatang. Apabila dalam jangka 10 tahun itu pemilik kartu akan ke Jepang, masih bisa digunakan. Namun, setelah tenggat waktu 10 tahun kebijakannya saldo akan terpotong ke sistem JR,” ujarnya.

Baca juga: Di balik pengoperasian "subway" Jepang yang padat namun aman

Baca juga: Perusahaan patungan MRT-KAI akan kelola kereta komuter dan bandara

Baca juga: MRT Jakarta berkomitmen seluruh pelanggannya dapat layanan setara

 

Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019