Solo (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta menerapkan metodologi baru yang disebut kerangka sampel area (KSA) pada produksi tanaman pangan agar hasil penghitungan lebih valid.

"Ini untuk evaluasi data tanaman pangan khususnya beras. Seperti beberapa tahun lalu kan masalah data beras jadi kontroversial karena tidak berbanding lurus dibandingkan data lain. Oleh karena itu, sejak tahun 2018 BPS meluncurkan metodologi baru yang disebut dengan kerangka sampel area," kata Kepala BPS Kota Surakarta Totok Tavirijanto usai kegiatan Evaluasi Data Tanaman Pangan Surakarta 2109 di Hotel Grand Hap Solo, Kamis.

Ia mengatakan KSA tersebut merupakan pengganti metodologi sebelumnya di mana penghitungan luasan panen hanya sebatas menggunakan pandangan mata.

"Kita tahu dengan metode ini (pandangan mata) banyak keterbatasannya. Sedangkan KSA ini berbasis IT, kami melakukan pemotretan area yang ditangkap satelit dan dihitung secara otomatis untuk dapat data luasan panen, harapannya data lebih valid dan akurat dengan mengutamakan kecepatan dan kekinian," katanya.

Ia mengatakan yang dimaksud dengan kekinian adalah data tersebut merupakan data terbaru karena digunakan untuk saat ini dan yang akan datang.

Ia mengatakan untuk memastikan data selalu baru, petugas BPS setiap bulan selalu melakukan pengecekan di lapangan dengan area yang sudah ditentukan.

"Pada prinsipnya dengan berbasis citra satelit ini sangat membantu untuk penghitungan luasan panen. Dari sisi produktivitas tetap menggunakan tolok ukur hasil ubinan, yaitu setiap bulan petugas turun ke sawah dengan mengambil sampel dengan petak seluas 2,5 x 2,5 meter, kemudian diperoleh volume petak itu untuk selanjutnya dihitung produksi dalam satu hektar lahan," katanya.

Sementara itu, jika melihat dari penghitungan luasan panen tanaman pangan yang ada di Kota Solo, dikatakannya, hasilnya cukup rendah mengingat daerah tersebut bukan merupakan basis sektor pertanian.

"Kalau dilihat dari sisi PDRB share-nya dari sektor pertanian hanya 0,49 persen di tahun 2018, dari total tersebut kontribusi tanaman pangan hanya 0,01 persen. Jadi sebetulnya Solo ini sangat tergantung dengan daerah lain dari sisi pangan karena harus mendatangkan," katanya.

Pihaknya memperkirakan dalam satu tahun ini produk beras di Kota Solo hanya mencukupi kebutuhan sebesar 0,02 persen dari total kebutuhan seharusnya. Artinya, selebihnya kebutuhan beras harus dicukupi dengan mendatangkan beras dari luar daerah.


Baca juga: BPS berkomitmen tingkatkan kualitas data tanaman pangan
Baca juga: Kementan-BPS sepakat tuntaskan data padi seragam 100 hari
Baca juga: Impor beras disebut terjadi karena data tak valid

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019