Memang penegakan hukum sudah dilakukan oleh pemerintah. Tetapi, hasilnya belum bisa dieksekusi putusan-putusan itu. Ini harus ada terobosan karena tidak bisa dibiarkan begitu saja perusahaan di atas kertas bersalah tapi tidak menanggung tanggung jawa
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) Nasional Nur Hidayati mengharapkan adanya terobosan  untuk mengeksekusi putusan pengadilan terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2019.

"Memang penegakan hukum sudah dilakukan oleh pemerintah. Tetapi juga, yang pertama, hasilnya belum bisa dieksekusi putusan-putusan itu. Ini harus ada terobosan karena tidak bisa dibiarkan begitu saja perusahaan di atas kertas bersalah tapi tidak menanggung tanggung jawab apa pun," katanya ketika ditemui usai konferensi pers di Kantor Eksekutif WALHI di Jakarta Selatan, Kamis.

Meski begitu, ia memuji penegakan hukum yang sudah dilakukan pemerintah dalam beberapa kasus pada 2019.

Tidak hanya itu, WALHI juga meminta pemerintah untuk melakukan peninjauan ulang izin konsesi korporasi yang terbukti melakukan pembakaran lahan dan hutan untuk mewujudkan rasionalisasi lahan konsesi.

Menurut dia, pengurangan lahan konsesi tersebut bisa dibuat berdasarkan kapasitas pemerintah untuk melakukan pengawasan karena proses pengawasan yang diharapkan dilakukan oleh korporasi pemegang izin dianggap tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampai dengan akhir September 2019 total luas lahan yang terbakar mencapai 857.756 hektare (ha) yang terdiri dari 630.451 ha lahan mineral dan 227.304 ha lahan gambut.

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK sendiri, terkait karhutla pada 2019 sudah menyegel 83 lokasi korporasi yang terbakar dan menetapkan 8 perusahaan sebagai tersangka.

Sementara itu, sudah ada 17 perusahaan yang terkait karhutla digugat oleh KLHK dengan 9 perkara sudah memiliki kekuatan hukum atau inkracht. Nilai gugatannya sendiri mencapai Rp3,15 triliun.

Menurut Nur Hidayati pencegahan karhutla memang merupakan tugas korporasi pemegang konsesi, seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan.

Di dalam pasal itu, kata dia, jelas tertulis mewajibkan korporasi mencegah terjadi kebakaran hutan dan lahan di lokasi usahanya, sesuatu yang belum mampu dilakukan oleh pemegang konsesi.

"Selama ini proses pengawasan yang diharapkan diinsiasi oleh perusahaan itu tidak berjalan. Di lapangan banyak sekali pelanggaran-pelanggaran, misalnya pembangunan menara pengawas saja masih kurang. Ini sebenarnya bisa dilakukan pemerintah dengan audit, jika memang terbukti banyak pelanggaran bisa dicabut (izinnya)," demikian Nur Hidayati.

Baca juga: WALHI: Pemerintah perlu tegas untuk beri efek jera ke pelaku karhutla

Baca juga: WALHI ke Malaysia dorong regulasi karhutla antar-negara

Baca juga: Walhi: Karhutla Riau ancam target penurunan emisi

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019