Manado (ANTARA News) - Program reklamasi dan vegetasi lahan seluas 200 hektar di bekas penambangan emas PT Newmont Minahasa Raya (NMR) di Ratatotok, Sulawesi Utara menghabiskan biaya 5,6 juta dolar AS (sekitar Rp55 miliar). Kegiatan penanaman lahan sudah selesai. Kini tinggal melakukan pemantauan dan perawatan tanaman di lahan reklamasi tersebut," kata Site Manager PT NMR, David Sompie kepada pers saat kunjungan ke bekas penambangan emas Newmont di Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulut, Jumat. Program pemantauan reklamasi lahan itu diharapkan bisa tuntas Desember 2009 atau sebelum berakhirnya masa Perjanjian Pinjam Pakai lahan dengan pemerintah Indonesia pada Januari 2010. Pihak Departemen Kehutanan kemudian akan menilai hasil dari reklamasi tersebut. Jika tidak ada masalah lagi maka lahan akan dikembalikan kepada pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan sesuai perjanjian pinjam pakai, katanya. Total luas lahan pinjam pakai Newmont untuk kegiatan penambangan di Minahasa adalah 440 hektar. Tetapi yang digunakan untuk kegiatan penambangan, pabrik dan fasilitas penunjang lainnya hanya 240 hektar. Sisanya dimanfaatkan sebagai zone penyangga. Dari 240 hektar lahan terpakai, lanjut David, yang bisa direklamasi seluas 200 hektar. Selebihnya berupa kolam bekas galian tambang, dinding galian dan jalan, tidak bisa ditanami kembali, ujarnya. Saat ini ada sekitar 155 ribu pohon ditanam di areal bekas tambang PT NMR. Angka itu merupakan hasil sensus tahun 2007 yang dilakukan oleh Fakultas Kehutanan Universitas Sam Ratulangi. Jenis tanamannya beragam mulai dari pohon jati, mahoni, cempaka, sengon hingga beringin. Kegiatan reklamasi dan vegetasi lahan merupakan bagian dari program penutupan tambang PT NMR setelah berhenti produksi. David mengatakan, kegiatan fisik penutupan tambang di Ratatotok sebenarnya telah selesai pada kuartal IV tahun 2004. Namun masa pemantauan lingkungan pasca tambang dilanjutkan mengingat Kontrak Karya (KK) PT NMR baru berakhir pada 2016. Karena itu, pada Februari 2006, pemerintah RI dan Newmont menandatangani Perjanjian Itikad Baik (Goodwill Agreement) di mana kedua pihak komitmen melakukan pemantauan lingkungan dan mendukung pembangunan berkelanjutan di area bekas tambang PT NMR. Melalui perjanjian ini, ujar David, Newmont memberikan bantuan senilai 30 juta dolar AS dan didirikan Yayasan Pembangunan Berkelanjutan Sulawesi Utara (YPBSU) dan membentuk Panel Ilmiah Independen (PII). Panel yang beranggotakan sejumlah ilmuwan dan pakar lingkungan itu bertugas memantau kondisi lingkungan di sekitar Teluk Buyat selama 10 tahun atau hingga 2016, katanya. Newmont mengoperasikan tambang emas terbuka di bukit Mesel, Minahasa sejak 1996. Proses produksi berakhir pada Oktober 2002 karena kandungan deposit emasnya telah habis. Selama periode 1996-2002 total produksi PT NMR mencapai 1,9 juta troy ounce (1 troy ounce=31,1 gram) dengan rata-rata produksi 700 kg per bulan. Semua produksi emas PT NMR dalam bentuk emas batangan dan diekspor ke berbagai negara Asia. PT NMR merupakan perusahaan patungan antara Newmont Gold Company (Amerika Serikat) dengan kepemilikan saham 80 persen dan PT Tanjung Serapung (Indonesia) dengan 20 persen saham.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008