Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Saifullah Tamliha meminta semua lembaga intelijen bekerja keras untuk memastikan tidak ada gangguan dari kelompok teroris saat perayaan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020.

Dia menilai pemerintah sudah mempersiapkan semua hal dalam menghadapi perayaan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 namun kerja keras semua lembaga intelijen tetap dibutuhkan.

"Saya yakin pemerintah sudah menyiapkan berbagai hal sejak lama menghadapi Natal dan tahun baru. Namun kami berharap semua lembaga intelijen bekerja keras pastikan tidak ada gangguan dari teroris," kata Tamliha di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan semua potensi serangan ataupun gangguan dari kelompok teroris tetap ada, terutama terkait munculnya berita kasus Suku Muslim Uighur di China yang berpotensi membangkitkan sentimen kelompok teroris melakukan serangan.

Menurut Tamliha, Kepolisian sudah memiliki data tentang keberadaan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) sehingga harus dimonitor dan dilakukan tindakan tegas.

"Dengan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme, kalau ada orang yang dicurigai maka bisa dilakukan penangkapan dan penahanan karena ada waktu dua pekan," ujarnya.

Politisi PPP itu menilai langkah antisipasi tersebut harus dilakukan agar pihak intelijen dan kepolisian tidak kecolongan terhadap potensi aksi teror.

Sebelumnya, pengamat intelijen Ridlwan Habib mengatakan potensi ancaman keamanan jelang perayaan Natal dan Tahun Baru sangat mungkin terjadi khususnya yang dilakukan kelompok-kelompok kecil dari Jamaah Ansarut Daulah (JAD) yang masih eksis.

Dia menilai potensi serangan teroris masih besar karena jaringannya eksis sehingga kasus Bom Thamrin sangat mungkin ditiru modus dan polanya yaitu menunggu situasi senyap.

"Untuk target yang dikhawatirkan adalah rumah ibadah, terutama gereja dan tempat peribadatan misa Natal yang saya kira harus dapat kewaspadaan lebih dan kepentingan China di Indonesia," ujarnya.

Dia mengatakan kepentingan China di Indonesia seperti kedutaan besar dan markas kelompok pengusaha yang harus diwaspadai karena sentimen pro-Uighur yang cukup menguat bisa timbulkan simpati dari JAD.

Menurut dia, kelompok JAD terkenal militan dan nekat sehingga bisa saja menunjukkan dukungan pada Uighur dan jangan sampai lupa di tahun 2014 ada delapan orang Uighur masuk menjadi anggota kelompok Santoso di Mujahidin Indonesia Timur.

"Jaringan sel Uighur, JAD dan kelompok pro-ISIS itu ada, maka biasa saja ada semacam solidaritas untuk lakukan serangan menunjukkan simpati memberikan dukungan terhadap saudara mereka di Uighur," katanya.

Ridlwan menilai ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah, pertama, pengamanan objek vital ditingkatkan termasuk di mall dengan menyediakan alat deteksi metal dan alat deteksi bom.

Kedua menurut dia, jalin komunikasi dengan tokoh-tokoh lintas agama agar masyarakat tetap tenang dan tidak gelisah.

"Ketiga, lakukan pendataan terhadap kemungkinan sisa-sisa sel yang masih terpantau, dan apabila terdata tangkap saja karena Densus boleh menangkap dua pekan tanpa alat bukti," katanya.

Ridlwan menilai saat ini situasi yang memungkinkan terjadinya serangan karena motif dan alasan kuat yaitu membela umat Islam di Uighur sehingga menghalalkan serangan.

Baca juga: Antisipasi ancaman terorisme, PT MRT Jakarta teken MoU dengan BNPT

Baca juga: Dua terduga teroris di Tanah Datar masih diperiksa Densus 88

Baca juga: Polda antisipasi aksi teror saat pengamanan Natal dan tahun baru

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019