Kami menyimpulkan secara 'feasibility', Tanjung Enim lebih layak dibandingkan Peranap
Jakarta (ANTARA) - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) telah menetapkan lokasi proyek gasifikasi batubara akan dibangun di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, setelah studi kelayakan selesai dilakukan pada akhir November 2019.

Direktur Utama Bukit Asam Arvyan Arifin mengatakan berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan bersama perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Air Product and Chemical Inc, proyek gasifikasi batubara lebih layak dan efisien secara operasional untuk dilakukan di Tanjung Enim, daripada di Peranap, Riau.

"Kami menyimpulkan secara feasibility, Tanjung Enim lebih layak dibandingkan Peranap. Hal itu karena ada perbandingan investasi yang cukup signifikan dan terkait infrastruktur," kata Arvyan dalam acara temu media di Jakarta, Senin.

Baca juga: Pertamina-Bukit Asam kembangkan gasifikasi batubara dengan perusahaan AS

Studi kelayakan proyek gasifikasi batubara dilakukan di dua lokasi yakni Tanjung Enim dan Peranap. Namun, PTBA memilih melakukan pembangunan pabrik gasifikasi ini di Tanjung Enim, sedangkan hilirisasi di wilayah Peranap tetap dilanjutkan dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau I.

Arvyan menjelaskan biaya operasional di Tanjung Enim jauh lebih efisien karena batubara yang dibutuhkan lebih sedikit, mengingat kadar kalori yang lebih baik dibandingkan Peranap.

Dalam pembangunan pabrik gasifikasi batubara ini, Bukit Asam sejak setahun lalu telah menjajaki kerja sama dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia, PT Chandra Asri, dan Air Product and Chemical.

Nantinya, pabrik gasifikasi batubara ini akan mengolah batubara menjadi syngas dan dimethyl ether (DME) sebagai pengganti elpiji. Selain itu, proyek gasifikasi ini juga akan menghasilkan produk hilir batubara seperti metanol, amoniak, dan pupuk.

Sebagai kelanjutan dari studi kelayakan tersebut, Arvyan menjelaskan bahwa PTBA segera melakukan desain awal (front and engineering design/FEED) yang ditargetkan selesai tahun depan.

Setelah itu, perusahaan akan melaksanakan kontrak rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC), dengan pengerjaan konstruksi memakan waktu 24-36 bulan. Proyek yang menelan biaya investasi sebesar 3,5 miliar dolar AS ini ditargetkan bisa beroperasi pada 2023.

"PTBA siap memulai dan menjawab tantangan Presiden untuk membuat industri hilir gas batubara sebagai produk pengganti elpiji. Kita tahu sampai saat ini elpiji masih impor dan itu membuat neraca perdagangan defisit," kata Arvyan.

Baca juga: Pembangunan pabrik gasifikasi batubara di Tanjung Enim ditargetkan rampung 2022
Baca juga: Pabrik hilirisasi batu bara jadi DME kurangi impor LPG

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019