Medan (ANTARA News) - Hasil eksaminasi yang dilakukan Indonesian Corruption Watch (ICW) terhadap putusan persidangan Adelin Lis menyimpulkan jaksa dan hakim yang menyidangkannya "bermasalah" sehingga terpidana pembalakan liar itu bebas pada peradilan tingkat pertama. Jaksa terlalu lemah membuat dakwaan sedangkan hakim terlalu terpaku pada dakwaan jaksa tanpa melihat bukti lapangan, kata Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Yuntho dalam diskusi mengenai putusan Adelin Lis di Gedung Pusat Kajian HAM Univesitas Negeri Medan (Unimed), Kamis. Menurut Yuntho, jaksa di Medan bermasalah karena terlalu gegabah dan lemah dalam membuat dakwaan yang dengan mudah "dimanfaatkan" hakim Pengadilan Negeri Medan untuk membebaskan Adelin Lis. Dengan dakwaan yang lemah tersebut, jaksa seakan-akan sengaja ingin membebaskan Adelin Lis meski harus melalui proses pegadilan terlebih dulu. Indikasi bermasalahnya jaksa juga terlihat dari kesan terburu-burunya pembebasan Adelin Lis yang dilakukan tengah malam menjelang dini hari. Yuntho menambahkan, hakim PN Medan yang menyidangkan Adelin Lis juga dinilai bermasalah karena hanya terpaku pada dakwaan jaksa, tanpa bersedia melihat realita di lapangan, selain itu hakim dinilai tidak memiliki keberpihakan dalam pemberantasan praktik "illegal logging" sebagaimana ditunjukkan Polri. ICW mengindikasikan ada mafia peradilan yang "bermain" sehingga Adelin Lis bisa bebas di peradilan tingkat pertama dan berhasil melarikan diri. ICW juga menyesalkan sikap Mahkamah Agung (MA) yang tidak memeriksa lima hakim yang menyidangkan dan membebaskan Adelin Lis, meski menjatuhkan hukuman di tingkat kasasi. Ironisnya, MA justru memberikan promosi jabatan kepada hakim bermasalah yang membebaskan pelaku "illegal logging" yang tergolong tindak kriminal berat ini. ICW menilai ada kebijakan yang bertolak belakang di Departemen Kehutanan dalam surat rekomendasi yang dikelarkan Menteri Kehutanan MS. Kaban yang dipergunakan hakim untuk membebaskan Adelin Lis. MS. Kaban hanya menyebutkan Adelin Lis melakukan kesalahan administrasi tanpa menerangkan bahwa kesalahan itu dapat dikaitkan dengan dugaan korupsi dan "money laundering" (pencucian uang), terang Yuntho. Adelin Lis adalah Direktur PT. Keang Nam Development Indonesia (KNDI) yang dituntut hukuman 10 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar serta uang pengganti Rp119,8 miliar dan dana reboisasi 2,9 juta dollar. Namun terdakwa "illegal logging" di Kabupaten Mandailing Natal, Sumut itu, malah dibebaskan pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Medan karena dianggap tidak melakukan tindak pidana melainkan kelalaian adminstrasi yang wewenang penindakannya berada di tangan Menteri Kehutanan. Tiga dari lima hakim yang menyidangkan kasus itu mendapatkan promosi, yakni Arwan Byrin, SH (ketua majelis) menjadi hakim tinggi di Bengkulu, Robinson Tarigan, SH menjadi Ketua PN Surabaya dan Jarasmen Purba, SH menjadi Wakil Ketua PN Sibolga. Namun di tingkat kasasi, MA menjatuhkan hukuman terhadap Adelin Lis selama 10 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 119,8 Milyar dan dana reboisasi 2,93 juta Dollar AS. Vonis terhadap pemilik PT. KNDI dan PT. Mujur Timber itu dibacakan pada sidang tanggal 31 Juli 2008 oleh majelis hakim agung yang terdiri Bagir Manan (Ketua majelis) dengan anggota, Djoko sarwoko, Artidjo Alkostar, Harifin A Tumpa dan Mansyur Kartayasa. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008