Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu memperbaiki mekanisme pencatatan benih lobster agar dapat ditemukan landasan data yang akurat dalam rangka memperbaiki pengembangan pembudidayaan lobster di Nusantara.

"KKP perlu memperbaiki mekanisme pencatatan benih lobster yang dimanfaatkan dan berhasil dibesarkan sebelum dipasarkan," kata Direktur Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, kepada Antara di Jakarta, Kamis.

Menurut Abdul Halim, yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo untuk fokus kepada pembudidayaan lobster secara jangka panjang bernilai strategis bagi pemanfaatan lobster di Indonesia.

Baca juga: Menteri Edhy: Pembesaran benih lobster dorong nilai tambah

Hal itu, ujar dia, didasarkan kepada status stok lobster di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) yang sudah penuh dan tereksploitasi secara berlebih.

Ia juga mengingatkan bahwa saat ini pembudidaya lobster sedang tinggi minatnya untuk membesarkan komoditas lobster di dalam negeri.

"Pemulihan stok benih lobster bakal berjalan baik dan maksimal saat aktivitas penangkapan diperketat, kecuali untuk dibudidayakan di dalam negeri," ucapnya.

Baca juga: Menteri Edhy dinilai positif karena setop wacana ekspor benih lobster

Sebelumnya, Abdul Halim juga telah mengingatkan kepada KKP untuk jangan terburu-buru melakukan kajian terkait dengan regulasi untuk komoditas lobster.

Menurut Halim, sejumlah pertanyaan yang perlu diajukan dalam kajian itu adalah terkait kenaikan stok lobster, di mana saja sebarannya, serta sejauh mana tingkat pemanfaatannya untuk usaha pembesaran di berbagai sentra budidaya lobster.

Dalam konteks itu, ujar dia, sebaiknya Menteri Kelautan dan Perikanan menahan diri dan melakukan kajian di internal KKP dengan melibatkan para ahli yang kredibel dalam rangka menghadirkan kepastian usaha perikanan yang berujung pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Menurut dia, yang harus dihadirkan pada saat ini adalah tata kelola perikanan berkelanjutan dan bertanggungjawab, bukan tata kelola perikanan yang serba terburu-buru serta asumtif dan eksploitatif.

Senada, LSM Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menyatakan bahwa belum ada urgensi untuk membuka peluang ekspor benih lobster, apalagi melihat bahwa dunia saat ini lebih mengedepankan penerapan prinsip-prinsip sumber daya secara berkelanjutan.

Koordinator Nasional DFW-Indonesia, Moh Abdi Suhufan, di Jakarta, Kamis (5/12), mengingatkan bahwa dunia internasional sedang peduli kepada isu keberlanjutan, sehingga sumber daya kelautan dan perikanan juga tidak boleh pula dieksploitasi secara serampangan.

Ia berpendapat bahwa budidaya lobster di Indonesia tidak berkembang antara lain karena teknologi budidaya, pakan dan hama penyakit belum bisa diatasi.

"Bukan di tata niaga lobster. Tata niaga masalah di hilir tapi prioritas saat ini adalah hulu atau produksinya," paparnya.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019