Ankara (ANTARA) - Turki percaya bahwa Tunisia akan berkontribusi pada upaya untuk mendorong stabilitas di tetangganya di bagian timur, Libya, kata Presiden Turki pada Rabu (25/12).

Ketika berbicara dalam satu taklimat bersama timpalannya dari Tunisia Kais Saied selama kunjungan mengejutkan ke ibu kota Tunisia, Tunis, Recep Tayyip Erdogan mengatakan kerusuhan di Libya mempengaruhi bukan cuma negeri itu tapi juga negara tetangga seperti Tunisia.

"Saya percaya Tunisia akan memberi sumbangan yang berharga dan konstruktif bagi upaya untuk mewujudkan ketabilan di Libya," kata Erdogan, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadulu --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Kamis.

Ia juga mengatakan selama kunjungannya, ia dan Saied membahas berbagai langkah untuk memulai proses politik setelah gencatan-senjata di Libya, dan bagaimana Tunisia bisa membantu.

Mengenai kesepakatan dukungan militer dan maritim Turki dan Pemerintah Kesepakatan Nasional Libya (GNA) yang ditandatangani pada 27 November, Erdogan membahas kemungkinan pasukan Turki pergi ke Libya jika GNA meminta. Presiden Turki tersebut mengatakan Ankara tak pernah pergi ke mana-mana tanpa undangan.

"Jika ada undangan, kami akan memikirkannya," ia menjelaskan.

Erdogan mengatakan Turki melakukan tindakan bersama GNA, yang diakui PBB dan dipimpin oleh Perdana Menteri Fayez As-Sarraj.

Erdogan menolak Khalifa Haftar, yang berpusat di Libya Timur --pesaing GNA, dan mengatakan kelompok Haftar "kekurangan kualifikasi" dan "kami tak bisa membiarkan saudara kami di Libya dihukum oleh" pasukan militer Haftar.

Dengan mengutip kehadiran 5.000 prajurit Sudan dan 2.000 prajurit Rusia di Libya, Erdogan menanyakan apa yang mereka kerjakan di sana.

Mengenai proses Berlin, yang dimaksudkan untuk mengakhiri konflik di Libya, Erdogan mengatakan Alajzair, Tunisia dan Qatar mestinya diundang ke proses itu sebab mereka mengetahui dengan baik susunan sosial-politik di Libya.

Sejak September, beberapa pertemuan tingkat tinggi yang dikenal sebagai Proses Perdamaian Berlin diselenggarakan di ibu kota Jerman guna mengakhiri konflik di Libya.

Pada gilirannya, Saied mengatakan ia dan Erdogan membahas masalah Libya secara terperinci.

Kerja sama di bidang kesehatan dan pertanian serta masalah ekonomi, sosial dan masalah juga dibahas, kata Saied.

"Noda kesepahaman yang ditandatangani antara Turki dan Libya menetapkan perbatasan (maritim) antara kedua negara. Ini adalah masalah antara kedua negara. Itu tidak melibatkan Tunisi," Saied menambahkan.

Pada 27 November, Ankara dan GNA di Tripoli menandatangani dua kesepakatan terpisah, satu mengenai kerja sama militer dan satu lagi mengenai perbatasan kelautan di bagian timur Laut Tengah.

Sejak penggulingan mendiang Muammar Gaddafi pada 2011, dua pusat kekuasaan telah muncul di Libya: satu di Libya Timur, yang didukung oleh Mesir dan Uni Emirat Arab, dan satu lagi GNA di Tripoli --yang mendapat pengakuan PBB dan masyarakat internasional.

Baca juga: Israel tentang perjanjian batas maritim Turki-Libya

Baca juga: Turki, Rusia akan bahas Suriah dan Libya

Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2019