jangan sampai orang yang mampu finansial justru terhalang melakukan terapi
Denpasar (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto mengatakan untuk metode "cuci otak" atau yang lebih dikenal dengan Digital Subtraction Angiography (DSA) sesuai dan bisa diterapkan pada Rumah Sakit di Bali.

"Jelas pas untuk diterapkan kenapa tidak diterapkan surat Menkes pun ada bukan Menkes saya yang nulis loh, jadi artinya obyektif riset by services sama dengan pelayanan yang lain terus dikembangkan. Bahkan itu menunjukkan bahwa empiris atau risetnya sudah jalan tinggal SOP dari rumah sakitnya saja,"katanya usai mengisi Seminar di RSUP Sanglah, Denpasar, Sabtu.

Ia menjelaskan bahwa Digital Subtraction Angiography (SDA) di rumah sakit mana pun sudah dibuat. "SOP itu ada di Hospital By Law  itu ditentukan oleh kepala rumah sakit, dan sah itu kalau dikerjakan."

Baca juga: Kelayakan terapi cuci otak diserahkan pada Kemenkes

Ia mengatakan bahwa DSA adalah alat dan bentuknya berupa software, kemudian metode ini dapat disebut sebagai serangkaian diagnostik untuk menilai kondisi pembuluh darah sehingga dapat mengetahui penyakit dari pasien dan memberikan pengobatan yang tepat.

Selain itu, terkait dengan anggaran yang diperlukan dalam menerapkan metode "cuci otak", pihaknya menuturkan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah niat. Apabila niat atau keinginan sudah ada, maka anggaran bisa dicari, tambahnya.

"Yang dibutuhkan sekarang itu niat kalau niatnya ada anggaran bisa dicari, kalau enggak ada ya tidak ada gunanya nanti jadi mangkrak, karena harus ada komitmen kalau mau ada alat harus ada komitmen. Bahwa komitmen itu akan dipakai untuk masyarakat dengan useful," jelasnya.

Ia menjelaskan untuk keberadaan BPJS di sini merupakan pelayanan dasar kesehatan. Untuk itu, pihaknya meminta untuk menyesuaikan dengan anggaran BPJS yang ada, apabila semuanya dimasukkan dalam BPJS akan meruntuhkan kemampuan rumah sakit tersebut.

"Kemampuan bayar masyarakat yang mampu itu besar sekali jadi jangan sampai orang yang mampu (secara finansial) ini justru terhalang melakukan sebuah terapi padahal punya kemampuan. Bisa lihat klaim rasionya justru orang miskin disedot oleh orang yang tidak miskin, kan jadinya tidak ada gotong royong di sana," ucap Terawan.

Terkait dengan kesiapan RS dan tenaga pihaknya menilai sudah siap, dan saat ini yang dibutuhkan yaitu adanya rumah sakit baru di daerah yang harus ditumbuhkan agar akses pelayanan kesehatan terpenuhi sesuai dengan Universal Health Coverage (UHC) yang menjadi cakupan akses pelayanan kesehatan.

Baca juga: UGM siap fasilitasi pengujian metode "cuci otak" dr Terawan

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019