Berdasarkan bentuknya dominan Maladministrasi yang dilaporan masyarakat adalah penundaan berlarut 25 persen, tidak memberikan pelayanan 20,5 persen, penyimpangan prosedur dan bertindak tidak patut 15 persen.
Jayapura (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua sebagai lembaga negara dengan fungsi pengawas menilai pelayanan publik  di wilayah Papua selama tahun 2019 terkesan masih jalan di tempat.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Papua Iwanggin Sabar Olif di Jayapura, Senin mengatakan hal itu terlihat dari laporan pengaduan yang diterima dari masyarakat melalui bidang Penyelesaian Laporan dan pendidikan publik,  juga kemitraan melalui bidang pencegahan.

Sabar mengatakan, sepanjang 2019, pihaknya menerima 124 laporan masyarakat yang terdiri dari 68 laporan ditujukan kepada Ombudsman dan 56 merupakan surat tembusan pengaduan.

"Sebagian besar laporan berasal dari Kota Jayapura sebanyak 64,7 persen dan Kabupaten Jayapura 8,8 persen dan diikuti oleh Kabupaten lain di Papua," katanya.
Baca juga: Ada Palapa Ring, Ombudsman Papua minta tak ada lagi blokir internet
Baca juga: Ombudsman soroti pelayanan publik dasar di Nduga yang lumpuh

"Dari jumlah laporan masyarakat ini, sebagian besar Pelapor berasal dari individu/korban langsung atas minimnya pelayanan yang diperoleh," ujarnya lagi.

Sementara, berdasarkan bentuknya dominan Maladministrasi yang dilaporan masyarakat adalah penundaan berlarut 25 persen, tidak memberikan pelayanan 20,5 persen, penyimpangan prosedur dan bertindak tidak patut 15 persen.

Penyelahgunaan wewenang 12 persen, tidak kompeten enam persen, Diskriminasi tiga persen, konflik kepentingan dan permintaan imbalan uang, barang dan jasa 1,5 persen. Sementara, untuk kategori Instansi Pemerintah yang paling banyak dilaporkan adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 35,3 persen.
Baca juga: Ombudsman RI survei kepatuhan lima kabupaten di Papua

Baca juga: Ombudsman sebut keberadaan TNI-Polri hambat pelayanan publik di Nduga

Pemerintah Provinsi 19,11 persen, Kantor Pertanahan dan Komisi/Lembaga Negara 8,8 persen, Kepolisian Daerah 5,9 persen dan Sekolah Negeri 4,4 persen.

"Data ini menunjukkan masih tingginya instansi yang dilaporkan adalah dari pemerintah daerah, disusul oleh lembaga vertikal seperti ATR/BPN dan Kepolisian, belum ada perubahan signifikan jika dibandingkan tahun 2018 instansi tersebut juga masih menempati posisi pelaporan terbanyak," katanya.

Dan dari penerimaan laporan masyarakat, bentuk maladministrasi terbanyak adalah penundaan berlarut dan tidak memberikan pelayanan, menurut Sabar menunjukkan bahwa masih minimnya penyediaan standar pelayanan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

"Jika penyelenggara layanan telah menyediakan standar pelayanan, berupa syarat, mekanisme pelayanan, unit pengelolaan pengaduan yang mudah diakses masyarakat, sehingga layanan menjadi jelas, maka pengaduan itu dapat tertangani dan pelayanan menjadi lebih maksimal, sehingga tidak terkesan jalan ditempat seperti tahun ini," tambah dia.
Baca juga: Papua Terkini- Pascarusuh pelayanan publik di Lanny Jaya tetap buka
Baca juga: Ombudsman pertanyakan pemerintah tak punya data pengungsi Nduga


Pewarta: Musa Abubar
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019