Jambi (ANTARA News) - Sedikitnya delapan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan hidup, khususnya lingkungan hutan di Jambi, mempertanyakan izin pengelolaan kawasan restorasi ekosistem "Harapan Rainforest" di Desa Bungku, Kabupaten Batanghari seluas 49.498 ha. "Kami delapan LSM telah membahas dan menyikapi hal itu. Kami juga telah mengirim surat untuk mempertanyakan kepada Gubernur Jambi dan Menteri Kehutanan," kata Donny Pasaribu, dari LSM NP-SAND Jambi, Sabtu. Kedelapan LSM itu adalah Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Otonomi Daerah (PSHK-ODA), Fasilitator Cappa, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Lingkungan (YLBHL), Yayasan Citra Bina Mandiri (YCBM), Forum Komunikasi Daerah Jambi (FKD Jambi), NP-SAND, Pinse, dan Walhi Jambi. Donny menjelaskan, pengelolaan kawasan eks Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Asialog oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI), sebuah perusahaan konsorsium Birdlife International, Burung Indonesia, dan Yayasan Restorasi Indonesia belum mengantongi izin. Namun perusahaan itu sudah melakukan aktivitas, bahkan pekan lalu mengundang Putra Mahkota Kerajaan Inggris Pangeran Charles mengunjungi kawasan restorasi tersebut. Delapan LSM Lingkungan di Jambi merasa khawatir pengelolaan restorasi itu akan dijadikan untuk kepentingan lain. Sebab mekanisme izinnya yang kini dalam proses Menteri Kehutanan adalah Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Padahal berdasarkan pasal 6 ayat (1) Permenhut No. 159 Tahun 2004, dan Permenhut No 15 Tahun 2004 tentang Izin IUPHHK harus melalui penawaran atau proses lelang. Artinya PT REKI harus mendapatkan izin melalui proses pelelangan, jika tidak maka seluruh aktifitas PT REKI dianggap illegal. Sebaiknya, menurut mereka, Permenhut No. 159 Tahun 2004 tentang Restorasi Ekosistem ditinjau ulang, karena justru akan memperparah kerusakan hutan di Jambi. Jika program restorasi ekosistem tetap dipertahankan, sebaiknya dilakukan di kawasan taman nasional yang ada di Provinsi Jambi, karena kerusakan ekosistem pada empat taman nasional Jambi kini semakin memprihatinkan. "Jika restorasi di taman nasional tentu saja tidak bersifat komersil," tambah Pahrin dari YCBM. Jika PT REKI itu mendapatkan izin tanpa melalui mekanisme perlu mendapat tindakan sanksi hukum, karena telah melanggar UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menyikapi restorasi ekosistem di eks HPH PT Asialog, diketahui pada 1 April 2005, Menteri Kehutanan mengeluarkan Peraturan Menteri No. 83/Menhut-II/2005 tentang penunjukan kelompok hutan Sungai Meranti - Sungai Kapas di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan seluas 101.355 hektar yaitu hutan produksi. Kawasan hutan produksi itu berada di Jambi seluas 49.498 ha dan Sumsel 51.857 ha. Berdasarkan statusnya luas kawasan tersebut seluas 40.705 ha areal HPH PT Asialog dan seluas 60.650 ha eks HPH PT INHUTANI V. Pemerintah membangun restorasi ekosistem merupakan upaya mengembalikan unsur biotik dan abiotik pada kawasan hutan produksi sehingga tercapai keseimbangan hayati. Secara harfiah, konsep ini sangat baik. (*)

Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2008