Masih ada pengungsi banjir Jakarta yang belum mendapat bantuan selimut dan pakaian karena perlengkapan sandang di rumah mereka terendam banjir
Jakarta (ANTARA) - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah menyatakan sebagai ibu kota satu demi satu rencana telah dilaksanakan. Jakarta akan terus  menjadi pusat perekonomian yang mampu memfasilitasi pertumbuhan di seluruh Indonesia.

Penegasan itu disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tepat pukul 22.00 WIB, Selasa, 31 Desember 2019, saat menyapa masyarakat Indonesia Timur melalui tayangan langsung stasiun televisi swasta yang merayakan pergantian tahun dari Pantai Karnaval Jaya Ancol.

Tahun 2020 sebagai masa depan yang disambut dengan optimisme, dan tahun 2019 dijadikan sebagai pengalaman.

Optimisme yang digelorakan Anies menjadi sia-sia ketika seluruh wilayah Jakarta dikepung banjir beberapa jam setelah dia menyatakan hal itu.

Posko banjir Jakarta hingga Kamis (2/1) mencatat sebanyak 31.232 orang warga mengungsi di seluruh wilayah Jakarta.

Sebenarnya banjir di Jakarta  bukan hal baru terjadi. Tahun-tahun sebelumnya ibu kota juga pernah diterjang banjir yang lebih parah dari awal tahun 2020.

Persoalan banjir jakarta sudah diamanatkan dalam Rencana Pemerintah Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022.

Topografi wilayah dengan kondisi kemiringan lahan serta 13 sungai yang mengalir di wilayah Jakarta cenderung semakin rentannya Jakarta tergenang air dan banjir pada musim hujan. Tingginya tingkat perkembangan wilayah di sekitar Jakarta, juga penyebab semakin rendahnya resapan air ke dalam tanah.

Dalam siklus 5-6 tahunan Jakarta memiliki potensi banjir cukup tinggi, terbukti pada tahun 2002, 2007 dan tahun 2013, 2014 terjadi banjir besar dengan kerugian yang besar pula.

Rencana Pengendalian Banjir

Pengendalian banjir dan abrasi di Jakarta telah masuk dalam 18 isu strategis pembangunan DKI Jakarta di RPJMD 2017-2020. Bahkan pengendalian banjir juga masuk dalam 23 janji kerja pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

Anies berjanji untuk meningkatkan realisasi rencana program (daya serap anggaran) untuk memperluas cakupan dan efektivitas program-program penanggulangan banjir dan kemacetan,
rehabilitasi dan pemeliharaan lingkungan hidup serta pengelolaan sampah.

Pertanyaan besar masyarakat, sejauh mana janji itu dilaksanakan Anies Baswedan, ketika dipercaya menjadi pemimpin Jakarta.

Dengan visi Jakarta kota maju, lestari dan berbudaya, yang warganya terlibat dalam mewujudkan keberadaban, keadilan dan kesejahteraan bagi semua. Visi itu pun diimplementasikan dalam empat misi pembangunan.

Implementasi visi-misi Anies Baswedan di bidang pengendalian banjir tercatat dalam misi kedua yakni menjadikan Jakarta kota yang memajukan kesejahteraan umum melalui terciptanya lapangan kerja, kestabilan dan keterjangkauan kebutuhan pokok, meningkatnya keadilan sosial, percepatan pembangunan infrastruktur, kemudahan investasi dan berbisnis, serta perbaikan pengelolaan tata ruang.

Misi itu dijabarkan dalam tujuan mempercepat pembangunan infrastruktur yang handal, modern, dan terintegrasi serta mampu menyelesaikan masalah-masalah perkotaan.

Dalam dokumen publik itu, satu-satunya strategi yang dilakukan yakni membangun dan memelihara infrastruktur pengendali banjir dan abrasi.

Pengendalian banjir Jakarta dominan dilakukan oleh Dinas Sumber Daya Air yang menargetkan indikator kinerja program pengendalian banjir dengan presentasi penanganan genangan kurang dari dua jam.

Untuk indikator kinerja sasaran yakni jumlah titik genangan banjir dengan target capaian 2018 sebanyak 12 titik dan target capaian 2019 sebanyak 7 titik dan 2020 sebanyak 6 titik, 2021 sebanyak 5 titik dan 2022 sebanyak 0 titik.

Alokasi anggaran untuk indikator kinerja itu yakni tahun 2018 sebesar Rp4 triliun, tahun 2019 sebesar Rp3,4 triliun, tahun 2020 sebesar Rp3,8 triliun, tahun 2021 sebesar Rp4,1 triliun dan tahun 2022 sebesar Rp15 triliun.

Baca juga: Saat inspeksi banjir, Anies diteriaki pengungsi

Saat Banjir

Awal tahun 2020, DKI Jakarta pun dikepung banjir. Posko banjir Jakarta hingga Kamis (2/1) mencatat sebanyak 31.232 orang warga mengungsi tersebar di 269 lokasi pengungsian.

Sebanyak 158 kelurahan titik banjir, tersebar di 38 kecamatan dengan lima kota administratif.

Banjir terparah di Jakarta Timur sebanyak 13.516 pengungsi tersebar di 99 lokasi pengungsian. Kemudian Jakarta Barat sebanyak 10.686 pengungsi tersebar di 97 lokasi pengungsian.

selanjutnya Jakarta Selatan sebanyak 5.305 pengungsi tersebar di 48 lokasi pengungsian. Jakarta Utara sebanyak 1.515 pengungsi untuk 23 lokasi pengungsian, serta Jakarta Pusat 310 pengungsi.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan setiap melakukan kunjungan di lokasi pengungsian menyatakan, Pemprov DKI Jakarta saat ini sedang fokus menyelamatkan warga yang menjadi korban banjir.

"Bagi kami saat ini di Jakarta, fokusnya adalah memastikan keselamatan warga, memastikan bahwa pelayanan terjamin. Dan bagi semua warga yang terdampak, kami akan bantu semaksimal mungkin," kata Anies.

Namun, masih ada pengungsi banjir Jakarta belum mendapatkan bantuan selimut dan pakaian karena perlengkapan sandang di rumah mereka terendam banjir.

Baca juga: Derita korban banjir Jakarta dari belum makan hingga seragam hanyut

Salah satunya di Kelurahan Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang terkena dampak banjir akibat luapan Kali Krukut.

"Kita harapannya dapat bantuan selimut dan pakaian juga. Kalau yang punya anak-anak juga butuh pampers," kata Dewi, salah satu warga di tempat pengungsian di Masjid Al-Falah, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Kamis.

Jurus pengendalian banjir

Gubernur Anies Baswedan menyatakan pengendalian banjir Jakarta harus dimulai dari wilayah Selatan, sebagai sumber air yang masuk di wilayah pesisir Jakarta.

"Selama air dibiarkan dari selatan masuk ke jakarta dan tidak ada pengendalian, maka apa pun yang kita lakukan di pesisir termasuk di Jakarta tidak akan bisa mengendalikan air," jelas Anies usai memantau melalui udara bersama Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Kepala Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) Doni Monardo, Rabu (1/1).

Anies mencontohkan banjir cukup ekstrim yang terjadi di Kampung Melayu beberapa waktu lalu, walaupun sudah dilakukan normalisasi. Kata dia, kunci pengendalian banjir adalah mengendalikan air sebelum masuk pada kawasan pesisir.

Baca juga: Jakarta banjir, butuh pemimpin rasional dan logis

Selama air mengalir begitu saja, walaupun dilakukan pelebaran sungai, maka volume air itu akan luar biasa. Anies menegaskan pemerintah provinsi dan pusat akan duduk bersama membahas rencana besar dan cepat untuk penuntasan pengendalian air sebelum masuk kawasan pesisir.

Jurus Anies itu berbeda dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Berdasarkan pantauan udara kata Basuki, terlihat banjir terjadi di pesisir Sungai Ciliwung yang belum dilakukan normalisasi.

"Mohon maaf pak gubernur, dalam penyusuran kali Ciliwung sepanjang 33 kilometer, yang sudah ditangani normalisasi 16 kilometer, itu aman dari luapan. Sementara yang belum dilakukan normalisasi, itu tergenang," kata Menteri Basuki di Monas, Jakarta, Rabu.

Basuki menjelaskan kendala belum dilakukan normalisasi karena banyaknya pemukiman masyarakat di bantaran sungai. Srmentara lebar sungai Ciliwung sudah sangat berkurang.

"Sekarang rumah sudah tidak dibantaran, tetapi di palung sungai, ini bukan hal yang mudah dan dibutuhkan keahlian gubernur untuk melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat," harap Basuki.

"Tanpa normalisasi, akan terus terjadi musibah berulang seperti saat ini," tegas Basuki.
 
Menko PMK Muhadjir Effendy menyerahkan bantuan secara simbolis kepada pengungsi banjir di kawasan Kembangan Utara, Jakarta Barat, Kamis (2/1/2020). ANTARA/Indriani/aa.


Apapun kebijakan pengendalian banjir di Jakarta, sebanyak Rp1 triliun anggaran program pengendali banjir dan abrasi tidak terserap hingga akhir tahun 2019.

Anggaran itu untuk kegiatan pengadaan tanah waduk/situ/embung dengan alokasi anggaran senilai Rp583,17 miliar untuk pembelian tanah seluas 145.794 meter persegi dengan harga Rp4 juta per meter persegi.

Kegiatan lainnya yakni pengadaan tanah sungai/saluran alokasi anggaran senilai Rp500 miliar untuk pembelian tanah seluas 71.198 meter persegi dengan harga Rp7 juta per meter persegi serta fasilitas pendukung lainnya.

Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Juaini berkilah jika anggaran itu sudah disetop dan hanya terserap Rp350 miliar.

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020