Bwee Gwee mempunyai arti yang luas, tidak hanya untuk umat Tri Dharma
Kudus (ANTARA) - Ratusan umat Tri Dharma dari berbagai daerah di Tanah Air memadati Klenteng TITD Hok Hien Bio yang ada di Jalan Ahmad Yani Kudus, Jawa Tengah, untuk mengikuti perayaan Bwee Gee atau lebih dikenal dengan hari berterima kasih kepada Dewa Bumi, Minggu.

Perayaan Bwee Gee yang dipusatkan di Kudus ini, cukup meriah karena diikuti ratusan umat Tri Dharma dari 53 klenteng yang ada di Tanah Air.

Bahkan, hujan deras yang sempat mengguyur Kota Kudus tidak mengendurkan semangat para peserta kirab perayaan Bwee Gee, meskipun sejumlah peserta harus membawa tandu yang berisi dewa mereka dengan bobot yang tidak ringan.

Menurut Anggota Panitia Perayaan Bwee Gwee Kudus Liong Kok Tjun di Kudus, Minggu, perayaan Bwee Gee yang dimeriahkan dengan kirab para dewa di Kudus yang dimulai sejak 2006 ini, memang mendapat dukungan dari berbagai klenteng di Tanah Air.

Awalnya terdapat 60 klenteng yang siap memeriahkan, namun ada ada tiga klenteng dari Jakarta yang batal ikut karena ada bencana banjir, sedangkan empat klenteng lainnya hanya mengikuti ritual keagamaan sehingga yang benar-benar ikut kirab hanya 53 klenteng.

Baca juga: Perayaan Bwee Gee Harap Restu Dewa Bumi
Baca juga: Pertukaran dan Kerjasama Budaya Tionghoa Perantauan dan Konferensi Pengembangan Kreativitas Budaya Pemuda Guangdong-Hong Kong-Macao diadakan di Jiangmen, Tiongkok


Kirab Bwee Gee tersebut merupakan bentuk rasa terima kasih kepada Dewa Bumi (Ho Tik Tjing Sien) yang telah menjaga dan memelihara alam semesta ini, serta memberikan rejeki yang melimpah.

"Bwee Gwee mempunyai arti yang luas, tidak hanya untuk umat Tri Dharma, melainkan untuk masyarakat pada umumnya," ujarnya.

Ia menganggap tahun ini merupakan tahun kebangkitan Indonesia karena pemerintah benar-benar mengayomi masyarakatnya sehingga tercipta situasi wilayah tetap aman, damai dan tenteram.

Sikap toleransi antar umat beragama, kata dia, juga semakin baik sehingga tercipta kerukunan antar umat beragama.

Pada tahun 2020, dia optimitis, negara ini bisa membangun lebih baik di banding dengan periode sebelumnya.

Rombongan kirab Bwee Gee yang dimulai pukul 10.30 WIB itu, tetap dinantikan warga yang memadati sepanjang tepi jalan yang menjadi rute kirab.

Daya tarik acara tersebut, selain adanya arak-arakan kiem sien (arca suci), juga dimeraihkan dengan liong dan barongsai, serta ritual tang sien (menyakiti diri) yang diperankan umat Tridharma dari sebuah klenteng.

Baca juga: Pedagang sajikan Kue Bulan dan Kerak Telor tandai budaya Tionghoa-Betawi bersatu
Baca juga: Wali Kota: budaya Tionghoa bagian dari Semarang


 

Berdasarkan sejarah, munculnya Bwee Gee dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, disebutkan sebagai rasa terima kasihnya kepada seorang pejabat negara (kepala pajak) yang jujur, bersih, dan bijaksana, bernama Hok Tik Cing Sien. Karena Kebijaksanaannya, rakyat sangat menghormati dan mencintainya.

Atas kebijaksanaan dan kejujurannya itu, Hok Tik Cing Sien diangkat Dhi Kong/Tuhan Yang Maha Esa menjadi Dho Tee Kong atau Dewa Bumi yang diberi tugas menjaga dan memelihara alam sekitar.

Oleh karena itu, setiap menjelang Imlek, Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Hok Hien Bio Kudus menggelar perayaan Bwee Gee sebagai ungkapan terima kasih atas karunia Dewa Bumi dalam menjaga alam sekitar sepanjang tahun. 

Baca juga: Banyuwangi gelar malam budaya Tionghoa sambut Imlek
Baca juga: Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta diusulkan jadi agenda pariwisata nasional
Baca juga: Umat Tri Darma gelar Pawai Budaya Tionghoa

Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020