Pekanbaru (ANTARA) - Pangkalan TNI AU Roesmin Nurjadin dalam kondisi siaga untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan menyusul meningkatnya eskalasi di perairan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau dengan militer China.

Komandan Lanud Roesmin Nurjadin Marsekal Pertama Ronny Irianto Moningka di Pekanbaru, Senin, mengatakan dua skadron tempur 16 dan 12 siap untuk melaksanakan tugas pertahanan jika diperintah oleh Panglima TNI.

Baca juga: F-16 hibah Amerika Serikat masih dibahas

Baca juga: Kapal AS layari Laut China Selatan yang disengketakan

"Kita sudah siaga, tapi pergerakan nunggu perintah dari Panglima (TNI)," kata Ronny.

Hingga kini, dia mengatakan belum ada permintaan pengerahan jet tempur F-16 maupun Hawk 100/200 yang memperkuat pangkalan militer terlengkap di wilayah barat Indonesia tersebut.

Dia juga menuturkan tidak ada peningkatan aktivitas patroli di kawasan perbatasan dengan meningkatnya ketegangan di wilayah laut Natuna.

"Kita masih standby di tempat. Patroli juga masih seperti biasa, landai saja," ujarnya lagi.

Baca juga: Lima KRI amankan Perairan Natuna

Baca juga: AL China akan latihan tempur di Laut China Selatan


Tensi hubungan diplomatik antara Indonesia dengan China dalam beberapa hari terakhir memanas lantaran sejumlah kapal nelayan China masih bertahan di Perairan Natuna hingga saat ini.

Kapal-kapal asing tersebut bersikukuh melakukan penangkapan ikan yang berjarak sekitar 130 mil dari perairan Ranai, Natuna.

Sementara TNI sudah mengerahkan delapan Kapal Republik Indonesia (KRI) berpatroli untuk pengamanan Perairan Natuna, Kepulauan Riau, hingga Senin (6/1).

Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, perairan Natuna merupakan wilayah ZEE Indonesia.

China tidak memiliki hak apa pun atas perairan tersebut.

Baca juga: Kurangi ketegangan Natuna, Kapuspen TNI sebut itu urusan diplomasi

Baca juga: Indonesia harus konsisten tolak klaim China

Namun China secara sepihak mengklaim kawasan itu, masuk ke dalam wilayah mereka, dengan sebutan Nine Dash Line (sembilan garis putus-putus).

Mereka menganggap Nine Dash Line sebagai wilayah laut China Selatan seluas 2 juta kilometer persegi, berdasarkan hak maritim historis mereka.

Pewarta: Fazar Muhardi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020