Makassar (ANTARA) - Warga Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan,  menahan abrasi yang menerjang sekitar 10 rumah di wilayah itu menggunakan pasir yang dimasukkan ke karung.

Berdasarkan pantauan di Takalar, Senin, warga setempat telah bergotong-royong menggunakan berbagai material bangunan seperti pasir, batu, hingga bambu untuk menahan terjangan air laut di bibir Pantai Galesong.

Seorang warga, Hariati Dg Sunggu mengatakan, penanganan seadanya itu telah dilakukan sejak malam pergantian tahun karena curah hujan yang begitu deras sehingga air laut terus meninggi.

"Pagi saja kita takut, apalagi malam. Jadi sejak masuk tahun baru ini, kami tidak bisa tidur nyenyak. Tidurnya bahkan di dekat pintu agar jika terjadi apa-apa maka kami segera pergi," katanya yang ditemui di lokasi.

Cuaca ekstrem yang menimpa sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan termasuk Kabupaten Takalar  sudah diumumkan Balai Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar bahwa cuaca ekstrem akan terjadi pada 1-7Januari 2020.

Menurut Hariati, kejadian ini termasuk yang terparah sejak ia bermukim di wilayah itu. Abrasi yang terjadi sejak tahun 2017 telah menelan banyak korban yang berakibat sejumlah rumah tidak lagi bertahan.

"Dulu ada sekitar tiga rumah setelah rumahku dan masih jauh sekali dari pantai. Sekarang air laut makin naik dan selama empat tahun ini yang paling parah," katanya.

Baca juga: Banjir Landa Tujuh Daerah di Sulsel
Baca juga: Tambang, alih fungsi hutan memperbesar dampak banjir Sulawesi Selatan
Sejumlah warga Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, saat mengatur pasir dalam karung untuk menahan abrasi di wilayah itu karena cuaca ekstrem yang melanda beberapa hari terakhir, Senin (6/01/2019). ANTARA/Nur Suhra Wardyah
Aksi Mahasiswa
Abrasi yang mengkhawatirkan puluhan warga ini menarik perhatian Himpunan Pemuda Mahasiswa Galesong (HPMG) untuk berempati. Mereka turun ke jalan untuk mengumpulkan bantuan dari pengguna jalan di sekitar Jalan Galesong.

Seorang mahasiswa dari HPMG, Radhi Al Hafizh bersama mahasiswa lainnya telah turun ke jalan pada 4 Januari lalu. Keesokan harinya melakukan "door to door" ke warga sekitar tempat kejadian abrasi.

"Ini kita lakukan karena sampai saat ini belum ada bantuan dari pemerintah ataupun penanganan secara cepat atas bencana yang menimpa warga di sini," ungkap Radit sapaannya.

Penggalangan dana yang digelar berhasil mengumpulkan Rp3 juta lebih. Dana itu telah digunakan untuk membeli pasir yang dipakai sebagai penahan sementara abrasi.
Baca juga: Korban jiwa akibat banjir-longsor di Gowa bertambah menjadi 53
Baca juga: Sebagian besar banjir Sulawesi Selatan sudah surut

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020