Jakarta (ANTARA) - Aktivis Papua Suryanta Ginting serta kelima temannya, yaitu Dano Tabuni, Arina Elopere, Charles Kossay, Ambrosius Mulait dan Isay Wenda mengajukan eksepsi atas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) P. Permana.

Alasannya, yaitu karena JPU tidak menjelaskan pengertian makar yang dijeratkan dengan dua dakwaan alternatif dengan pasal 106 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau mengenai makar ataupun pasal 110 ayat (1) KUHP mengenai pemufakatan jahat.

"Tidak ada satupun kalimat di dalam surat dakwaan yang menjelaskan pengertian tentang “makar” atau tolok ukur perbuatan makar," 
kata salah satu penasihat hukum Suryanta, Maruli Tua Rajagukguk di Pengadilan Negero Jakarta Pusat, Senin.

Hal ini, kata dia, menimbulkan kebingungan kepada para terdakwa, penasehat hukum dan publik atas tuduhan dari jaksa penuntut umum. 

Maruli mengatakan jika tidak ada tolok ukur atau standar dari pengertian makar dikhawatirkan jaksa melakukan penafsiran bebas yang dapat membuat proses peradilan berlangsung tidak adil.

"Hal ini membahayakan karena menimbulkan ketidakpastian hukum, dakwaan JPU menjadi dakwaan karet yang bisa menjerat siapapun karena tidak memiliki pengertian dan tolak ukur ketentuan yang disebut makar," ujar Maruli.

Baca juga: Suryanta cs didakwa dengan pasal makar atau permufakatan jahat
Baca juga: Polisi serahkan Surya Anta dkk ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat


Karena itu, penasihat hukum menilai dakwaan menjadi sangat tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Itu menjadi salah satu alasan eksepsi diajukan.

Atas eksepsi yang diajukan, JPU akan menanggapi hal- hal yang menjadi keberatan Suryanta Ginting dan kelima aktivis Papua lainnya pada Senin 13 Januari 2020.

Suryaanta dan kelima temannya ditangkap polisi karena mengibarkan bendera Bintang Kejora saat unjuk rasa di depan Istana Negara Jakarta pada 28 Agustus 2019.

Keenamnya ditangkap secara terpisah pada 30 dan 31 Agustus 2019 atas tuduhan makar pada aksi 28 Agustus.
 

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020