Jayapura (ANTARA News) - Banyak kasus dugaan korupsi di Provinsi Papua dan Papua Barat hingga kini belum ditangani dan ditindak secara tegas oleh lembaga penegak hukum walaupun sudah ada "political will" dari pemerintah pusat maupun daerah untuk memberantas penyakit sosial yang memiskinkan rakyat Papua. Hal itu disampaikan Koordinator Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (KAMPAK), Dorus Wakum dan Direktris KAMPAK, Maria S.Wossiry melalui siaran pers yang diterima ANTARA di Jayapura, Selasa dini hari. "Sesungguhnya, tindak pidana korupsi itu dapat terjadi sebagai akibat kebijakan pimpinan dalam hal ini bupati ataupun wali kota, sementara para politikus busuk yang tidak memiliki hati nurani pun bermain kucing-kucingan dengan para pemimpin proyek atau pimpro sebagaimana apa yang dilakukan para eksekutif," kata Dorus Wakum. Budaya rasa malu, lanjutnya sudah tidak lagi melekat di hati nurani dan akal sehat tetapi lebih kepada niat busuk merampok bersama-sama. Hal ini terbukti dengan dikorupsinya dana yang begitu besar, baik dari APBD, APBN, Dana Otonomi Khusus (Otsus), dana Inpres serta royalty PT Freeport Indonesia (PTFI) dan migas bawah tanah. Pembohongan publik terjadi hampir di semua institusi yang buntutnya kepada aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan. "Aparat penegak hukum, baik Polda Papua dan Kejaksaan Tinggi Papua terindikasi politik uang sampai kepada tingkat pengadilan yang memberikan hukum tidak setimpal termasuk tidak ditahannya para terdakwa, malahan lebih menyakitkan lagi, ada yang diputus bebaskan di Pengadilan," kata Dorus. Sementara itu Direktris Kampak, Maria S.Wossiry mengatakan, kasus dugaan korupsi asset atau barang-barang inventaris rumah jabatan Bupati Kabupaten Mimika dengan tersangka yang sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atas nama Ny.SSD yang adalah istri mantan Bupati Klemen Tinal, diduga proses hukumnya dipolitisir oleh pihak Polda Papua dengan pasal pencurian dan penggelapan barang-barang milik Negara. "Sesungguhnya, Ny.SSD dijerat dengan pasal-pasal Tindak Pidana Korupsi sebab dia adalah seorang pejabat publik yakni anggota DPRD Mimika. Nilai tindak pidana korupsi mencapai kurang lebih Rp5 Miliar," kata Maria. Selain itu, tentang kasus dugaan korupsi Bupati Kabupaten Waropen, Drs OJR yang selama ini ditangani pihak Kejaksaan Tinggi Papua sejak Kepala Kejaksaan Tinggi Papua dipangku Lorens Sarwowora,SH kemudian digantu Mahfud Mannan,SH, semuanya dinilai tidak beres. Ketika Koordinator KAMPAK Dorus Wakum mendatangi Kejaksaan Tinggi Papua pada Jumat 14 November 2008 menemui Asisten Pidana Khusus (Aspisus) Drs Muhammad Yusuf,SH, yang bersangkutan sempat mengatakan bahwa kasus ini oleh pejabat lama tidak ada berkas sama sekali. Untuk itu, Muhammad sebagai pejabat baru yang baru bertugas satu bulan berjanji akan memanggil dan memeriksa saksi-saksi guna penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan dengan Nomor:Print-08/T.1/Fd.1/10/2008 pada 20 Oktober 2008. Muhammad Yusuf juga beralasan bahwa kuranynya tenaga jaksa penyidik membuatnya kewalahan tetapi dia berjanji akan turun sendiri melakukan pemeriksaan pecan ini. KAMPAK juga membeberkan sejumlah kasus tindak pidana korupsi lainnya yang diduga dilakukan mantan Bupati Nabire, AP Youw, Bupati Tolikara John Tabo, Bupati Boven Digoel Yusak Yaluwo, mantan Bupati Mimika, Klemen Tinal, mantan Bupati Sorong, Jhon Pit Wanane, Bupati Teluk Wondama Alberth Torey, Walikota Sorong YP Yumame, mantan Bupati Biak Numfor Yusuf Melianus Maryen, Bupati Sorong Selatan Otto Hihalau dan Ketua DPR Papua (DPRP) Drs Jhon Ibo. KAMPAK meminta Kapolda Papua dan Kajati Papua agar tidak berpegang pada UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 36 ayat 1 dan 2, sebab untuk ayat satu, jika surat sudah dikirim oleh penyidik dan terhitung 60 hari lamanya belum dijawab Presiden maka penyidik dapat menggunakan ayat 2 untuk memaksa melakukan penyelidikan. "Kita lebih menghormati UU daripada seseorang, sebab jika menghormati seseorang dan tanpa menghormati undang-undang maka Indonesia ini tetap akan hancur dan terpuruk," kata Dorus dan Maria dalam siaran pers KAMPAK.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008