Ini masalah menahun
Jakarta (ANTARA) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai bahwa akses bahan bakar minyak (BBM) bagi nelayan masih menjadi persoalan yang dihadapi.

"Ini masalah menahun. Skemanya sudah ada, tapi di lapangan mereka tidak dapat akses yang cukup untuk dapat izin beli BBM sebagai kebutuhan," ujar Ketua Harian KNTI Dani Setiawan dalam diskusi bertema "Agenda Prioritas Perikanan dan Kenelayanan 2020" di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, terdapat dua kendala utama yang menyebabkan nelayan-nelayan tradisional tidak dapat mengakses BBM bersubsidi, yakni sulitnya prosedur untuk mengakses BBM bersubsidi dan akses lokasi SPBN/SPBU yang jauh dari lokasi kapal nelayan bertambat labuh atau pemukiman nelayan.

"Kedua masalah itu dialami nelayan tradisional pada umumnya di semua lokasi meskipun pemerintah pusat dan daerah sebenarnya mengetahui persoalan itu sejak lama, namun nyaris tidak pemah melakukan langkah-langkah evaluatif terhadap kondisi itu," ucapnya.

Padahal, lanjut dia, BBM merupakan komponen paling penting dalam aktivitas melaut atau menangkap ikan

"Lebih dari 60 persen biaya yang dibutuhkan dalam menangkap ikan dialokasikan hanya untuk membeli BBM," kata Dani Setiawan.

Di Indonesia, ia menyampaikan, nelayan tradisional atau nelayan yang memiliki perahu berukuran 0-10 GT dapat mengakses BBM bersubsidi dengan syarat-syarat yang telah diatur pada Permen KP No 13/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Surat Rekomendasi Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu untuk Usaha Perikanan Tangkap.

Ke depan, ia mengatakan, KNTI mendorong pemerintah untuk melakukan jemput bola ke pemukiman-pemukiman nelayan secara berkala.

"Menyediakan akses-akses poin terdekat untuk mengakses BBM dengan menggunakan mobil-mobil tangki kecil untuk menjangkau pemukiman nelayan," katanya.

Dalam kesempatan sama, Ketua Dewan Pakar KNTI Alan F Karopitan menambahkan nelayan juga harus memiliki organisasi yang kuat agar memiliki nilai tawar yang kuat.

"Kami ingin perkuat organisasi nelayan agar memiliki posisi tawar. Dengan berkelompok, nelayan tradisional jadi lebih kuat," katanya.

Selain organisasi, lanjut dia, perlu juga dibangun semacam lembaga ekonomi seperti koperasi.

"Mimpinya seperti di Jepang. Koperasi nelayan di sana sangat kuat, koperasi mereka punya saham di pasar ikan dan industri ikan," ucapnya.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020